Matauang - Timnas Indonesia U-23 gagal mengamankan tiga poin pada matchday pertama Grup J Kualifikasi Piala Asia U-23 2026, Sabtu (3/9) malam WIB. Bermain di Stadion Gelora Delta, skuat Garuda Muda harus puas berbagi angka usai ditahan imbang Laos 0-0.
Sepanjang pertandingan, Indonesia tampak kesulitan membongkar pertahanan rapat Laos. Lawan tampil disiplin di lini belakang, menutup rapat setiap ruang di kotak penalti. Kiper Kop Lokphathip juga bermain gemilang dengan beberapa penyelamatan krusial.
Pelatih Gerald Vanenburg mencoba segala cara untuk mengubah jalannya laga. Ia melakukan pergantian pemain, menambah opsi di lini serang, hingga mengubah strategi permainan. Namun, hingga peluit panjang berbunyi, skor tetap bertahan tanpa gol.
Sementara itu, di laga lain Grup J, Korea Selatan tampil perkasa dengan menghantam Makau 5-0. Hasil tersebut membuat Taeguk Warriors memimpin klasemen sementara dan menjadi satu-satunya tim yang meraih kemenangan pada matchday pertama.
Dominasi Tanpa Hasil
Indonesia memang tampil dominan kala berhadapan dengan Laos. Menurut statistik LapangBola, penguasaan bola Garuda Muda mencapai 83 persen. Namun dominasi itu tak berbuah manis karena kurangnya efektivitas di lini depan.
Dari total 25 percobaan tembakan, hanya lima yang mengarah tepat ke gawang. Laos tampil sangat disiplin menjaga area pertahanannya, sementara Indonesia seringkali terburu-buru dalam mengambil keputusan di area sepertiga akhir. Tim ini perlu lebih sabar dalam mengalirkan bola untuk merusak struktur pertahanan lawan.
Masalah Lama yang Terulang
Indonesia menguasai penuh jalannya pertandingan, tetapi gagal mencetak gol. Kondisi ini bukanlah hal baru. Masalah efektivitas di lini serang juga terlihat jelas pada ajang Piala AFF U-23 2025, di mana Garuda Muda hanya tampil tajam ketika menghadapi tim lemah seperti Brunei Darussalam.
Vanenburg tentu menyadari persoalan tersebut. Ia bahkan memanggil Rafael Struick untuk mempertajam lini depan. Sayangnya, hingga kini masalah belum sepenuhnya teratasi, sementara waktu perbaikan semakin terbatas.
Pentingnya Skema Bola Mati
Gol tak hanya bisa lahir dari permainan terbuka, melainkan juga situasi bola mati. Indonesia sebenarnya memiliki banyak kesempatan dari situasi ini. Berdasarkan catatan LapangBola, Garuda Muda memperoleh sembilan sepak pojok. Jika ditambah dengan lemparan ke dalam Robi Darwis, jumlah peluang makin bertambah.
Sayangnya, eksekusi bola mati tersebut jauh dari kata efektif. Indonesia gagal memaksimalkan keunggulan postur beberapa pemainnya untuk mengonversi sepak pojok menjadi gol.
Laos Tiru Gaya Shin Tae-yong
Pendekatan taktik Laos di bawah Ha Hyeok-jun membuat banyak fans Indonesia teringat pada sosok Shin Tae-yong. Selain sama-sama berasal dari Korea Selatan, gaya permainan mereka pun mirip.
Laos menggunakan formasi 5-4-1, bertahan dengan rapat, lalu sesekali mencoba mencuri peluang lewat transisi cepat. Para pemain Laos juga menunjukkan daya juang tinggi dengan tetap berlari hingga menit 90+4. Pola permainan ini persis seperti yang kerap diterapkan Shin Tae-yong ketika Indonesia menghadapi lawan yang lebih kuat.
Jalan Sulit Menuju Arab Saudi
Hasil imbang melawan Laos praktis menjadi kerugian besar bagi Indonesia, yang sejatinya diharapkan bisa meraih kemenangan. Situasi ini membuat peluang Garuda Muda lolos ke putaran final Piala Asia U-23 semakin berat.
Jika Indonesia gagal meraih kemenangan atas Makau di laga berikutnya sementara Korea Selatan kembali menang atas Laos, maka kans menjadi juara Grup J otomatis tertutup.
Dalam kondisi itu, Indonesia hanya bisa berharap pada jalur runner-up terbaik. Artinya, nasib Garuda Muda akan sangat bergantung pada hasil dari grup-grup lain yang juga memperebutkan tiket ke putaran final.