Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini menekankan pentingnya kehadiran regulasi terkait mekanisme pembagian royalti yang transparan, sebagaimana pengelolaan royalti yang dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
“Kita perlu sistem digital yang transparan, terutama untuk mekanisme pembagian royalti. Agar LMK dapat mempertanggungjawabkan lalu lintas pungutan biayanya kepada negara dan pelaku ekraf (ekonomi kreatif) yang terkait," kata Novita dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dia juga mendesak agar undang-Undang Hak Cipta dan regulasi turunannya segera direvisi agar lebih proporsional dan akomodatif terhadap realitas di lapangan.
Hal itu disampaikannya merespons polemik pembayaran royalti dari lagu yang diputarkan di restoran Mie Gacoan hingga direktur waralaba usaha kuliner itu ditetapkan sebagai tersangka.
Dia menilai polemik royalti Mie Gacoan tersebut hanya “puncak gunung es” dari carut marutnya sistem royalti di tanah air dan tidak berpihak pada keadilan serta transparansi.
Di tengah semangat mendorong ekonomi kreatif dan pertumbuhan UMKM, Novita memandang keruwetan regulasi dan minimnya transparansi justru berpotensi menimbulkan benturan antarmasyarakat yakni pelaku usaha versus antarmusisi.
“Ini bukan sekadar persoalan Mie Gacoan. Ini tentang bagaimana negara belum mampu hadir membangun ekosistem ekonomi kreatif yang adil dan sehat. Jangan sampai rakyat dibenturkan dengan rakyat, sementara pemerintah diam dan menonton,”
Dia lantas melanjutkan, “Ironisnya, musisi ingin haknya diakui, tapi pelaku UMKM juga merasa dijerat. Bukannya sinergi, malah jadi saling jegal."
Untuk itu, dia mengimbau agar solusi yang dihadirkan ke depan tidak sekadar tambal sulam, tetapi harus ada insentif bagi pelaku usaha yang memutar lagu karya musisi nasional, sistem pembayaran royalti yang transparan, serta perlindungan kepada usaha mikro yang tidak diskriminatif.
“Kita butuh keseimbangan; hak pencipta terlindungi, pelaku usaha terlindungi, dan negara hadir sebagai pengatur regulasi yang adil karena ekonomi kreatif bukan hanya soal profit, tapi juga soal keadilan dan keberlanjutan,” kata dia.
Sebelumnya, Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) melaporkan restoran Mie Gacoan di Bali karena dugaan pelanggaran hak cipta.
Direktur PT Mitra Bali Sukses, pemegang lisensi waralaba Mie Gacoan, I Gusti Ayu Sasih Ira, lantas ditetapkan sebagai tersangka.
Ia diduga memutar musik tanpa izin dan tidak membayar royalti sejak 2022. Kasus ini menjadi preseden penting bagi pelaku usaha lain agar lebih memperhatikan aspek legal dalam penggunaan karya musik di tempat usaha mereka.