Apakah saat ini Asia sedang mengalami Asia Spring seperti halnya Arab Spring satu dekade lalu? Pertanyaan ini mencuat setelah serangkaian aksi protes besar-besaran melanda sejumlah negara Asia, mulai dari Bangladesh, Indonesia, Sri Lanka, Thailand, Pakistan, hingga yang terbaru di Nepal.
Arab Spring sebagai Perbandingan
Menurut laporan, Arab Spring digambarkan sebagai gelombang protes dan revolusi di Timur Tengah dan Afrika Utara sejak akhir 2010. Aksi itu dipicu “oleh ketidakpuasan rakyat terhadap rezim otoriter, korupsi, ketimpangan ekonomi, dan represi politik.”
Protes pertama kali terjadi di Tunisia setelah Mohamed Bouazizi, seorang pedagang kaki lima, melakukan aksi bakar diri. Dampaknya besar: rezim di Tunisia, Mesir, Libya, dan Yaman tumbang. Namun, tidak semua berakhir baik, karena di Suriah dan Libya justru pecah perang saudara.
Nepal Jadi Sorotan
Kini di Asia, situasi hampir serupa muncul. “Minggu ini, para demonstran Gen Z di Nepal turun ke jalan di seluruh negeri Himalaya itu, bentrok dengan polisi, dan memaksa perdana menteri untuk mengundurkan diri,” tulis laporan tersebut.
Kerusuhan dipicu larangan pemerintah terhadap Facebook, X, YouTube, hingga Snapchat. Meski larangan sudah dicabut, kemarahan rakyat meluas menjadi tuntutan pemberantasan korupsi dan nepotisme. Gedung parlemen, istana presiden, hingga hotel dibakar, sementara para menteri terpaksa diungsikan dengan helikopter.
Gelombang Protes di Asia
Selain Nepal, beberapa negara lain juga mengalami gejolak dalam beberapa tahun terakhir:
- Bangladesh (2024): protes pembatasan lapangan kerja berubah menjadi tuntutan pengunduran diri PM Sheikh Hasina, yang akhirnya lengser.
- Indonesia (Agustus 2025): unjuk rasa besar terkait tunjangan parlemen, inflasi, dan kasus kekerasan polisi.
- Sri Lanka (2022): rakyat berhasil menggulingkan Presiden Gotabaya Rajapaksa.
- Pakistan (2023): demo menargetkan barak militer setelah penggulingan Imran Khan.
- Thailand (2020–2025): protes berulang kali, termasuk Juni 2025 terkait bocornya percakapan PM Paetongtarn Shinawatra dengan mantan pemimpin Kamboja.
Pola yang muncul serupa dengan Arab Spring: ketimpangan, kegagalan tata kelola, otoritarianisme, dengan kaum muda sebagai garda terdepan.
Awal dari Pati, Jawa Tengah?
Di Indonesia, analis politik Boni Hargens menyebut bahwa protes massal yang memuncak di Jakarta Agustus lalu sebenarnya berakar dari gerakan penolakan kenaikan pajak di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Menurutnya, “Sejak peristiwa Pati, sudah terlihat ada potensi terjadinya gelombang aksi besar yang bisa melahirkan gerakan kolosal yang boleh kita sebut ‘Jawa Spring’,” ujarnya.
Boni menekankan bahwa pemerintah perlu mengambil langkah “cegah dini” berbasis intelijen agar gelombang ini tidak berkembang menjadi krisis besar.
Negara Berikutnya?
Sejarah Arab Spring menunjukkan bahwa negara kecil seperti Tunisia bisa menjadi pemicu gelombang besar di kawasan. Nepal, dengan jumlah penduduk lebih sedikit dibandingkan Tunisia, kini menjadi episentrum baru.
Pertanyaannya, apakah Asia benar-benar memasuki Asia Spring, ataukah protes ini hanya ledakan sesaat?
Seperti kata Mark Twain yang dikutip dalam laporan:
“Sejarah tidak berulang tetapi sering kali berirama.”