Matauang.com - Nilai tukar rupiah kembali tertekan pada penutupan perdagangan Senin (02/09/2024), setelah rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia oleh Badan Pusat Statistik (BPS) serta data penting lainnya hari ini.
Melansir Refinitiv, rupiah ditutup di Rp15.520/US$ pada hari ini, melemah 0,45% dari harga penutupan Jumat lalu (30/8/2024).
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) mengalami penurunan tipis sebesar 0,06% ke titik 101,642.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari ini telah melaporkan bahwa IHK tahunan (year-on-year/yoy) Indonesia untuk Agustus 2024 tercatat sebesar 2,12%, sedikit lebih rendah dari angka bulan sebelumnya yang berada di level 2,13%.
Sementara itu IHK bulanan menunjukkan deflasi tipis sebesar -0,03%, yang lebih baik dari deflasi 0,18% pada bulan sebelumnya. Namun deflasi ini telah terjadi selama empat bulan berturut-turut, di mana hal ini jarang sekali terjadi.
Meski inflasi tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia (1,5-3,5%), hasil ini tidak cukup kuat untuk menahan tekanan eksternal dari penguatan DXY.
Tekanan terhadap rupiah diperparah dengan data Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia periode Agustus 2024 yang kembali terkontraksi.
Aktivitas manufaktur di Indonesia kembali mencatat penurunan, dengan kontraksi yang semakin dalam dibandingkan bulan Juli 2024. Berdasarkan laporan dari S&P Global yang dirilis hari ini, PMI manufaktur Indonesia turun menjadi 48,9 pada Agustus 2024.
Hal ini mengindikasikan bahwa sektor manufaktur Indonesia telah mengalami kontraksi selama dua bulan berturut-turut, yaitu pada Juli (49,3) dan Agustus.
Selain itu, PMI terus memburuk dan menurun selama lima bulan terakhir, turun dari 54,2 pada Maret 2024 hingga mencapai level Agustus 2024.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran di pasar bahwa stabilitas inflasi yang terlalu rendah bisa mengindikasikan lemahnya daya beli konsumen, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Chief Economist Bank Permata, Joshua Pardede menilai catatan deflasi di Agustus yang diikuti dengan turunnya PMI Manufaktur Agustus yang anjlok ke level 48,9 poin menjadi indikasi adanya penurunan daya beli masyarakat.
Namun demikian, menurut analisis Head of Treasury & Financial Institution Bank Mega, Ralph Birger Poetiray, dari sisi domestik, aliran dana asing masih cukup deras masuk ke pasar keuangan domestik, seperti obligasi dan saham.
Berdasarkan data transaksi yang dirilis Bank Indonesia (BI) pada 26-29 Agustus 2024, tercatat net foreign buy senilai Rp6,21 triliun di pasar saham dan Rp3,89 triliun di pasar obligasi.