Presiden terpilih AS Donald Trump telah menyampaikan berbagai arah kebijakannya untuk melindungi ekonomi Negeri Paman Sam. Sejumlah kebijakan itu dapat berimplikasi pada perlambatan ekonomi global, tetapi berpeluang memperkuat ekonomi AS. Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Firman Mochtar menilai bahwa berbagai pernyataan Trump menunjukkan bahwa kebijakan Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinannya akan bersifat inward looking atau berorientasi ke dalam negeri. Salah satu rencana kebijakan yang Trump sebutkan belakangan adalah tambahan tarif impor untuk China, Kanada, dan Meksiko. Perlindungan produk dalam negeri hingga isu imigrasi melandasi munculnya kebijakan Trump itu. Firman menilai bahwa orientasi kebijakan inward looking dari Trump akan memengaruhi kondisi perdagangan, yang pada akhirnya berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi global.
"Kami perkirakan sebelumnya ekonomi [global] itu akan bergerak di sekitar 3,2% [pada 2025], tetapi dengan perkembangan ini inward looking, kami perkirakan jadi 3,1%," ujar Firman dalam agenda BIRAMA di Gedung BI, Jakarta pada Senin (2/12/2024). Pergerakan inflasi pun akan turut terdampak oleh kebijakan Trump itu. Firman menilai bahwa penurunan inflasi global jadi tidak akan secepat perkiraan awal.
Inflasi masih akan terjadi, termasuk di AS sebagai pengaruh dari kebijakan inward looking seperti pengetatan impor melalui tarif. Kondisi itu pun bisa berpengaruh terhadap suku bunga The Fed, yang sepanjang 2024 bergerak di tengah ketidakpastian ekonomi global. "Suku bunga The Fed yang sebelumnya kami perkirakan akan turun pada 2025 hingga 100 bps, tetapi [berdasarkan] hitungan inflasi yang kami perkirakan akan lebih lebih lambat, [penurunan suku bunga] akan jadi sekitar 50 bps tahun depan," katanya. Kebijakan suku bunga itu kemudian akan memengaruhi imbal hasil atau yield US Treasury. Permintaan bond yang lebih besar akan membuat yield meningkat, sehingga membuat investor akan melirik pasar modal AS. Firman menilai bahwa kondisi itu akan menyebabkan arus modal masuk (capital inflow) ke Negeri Paman Sam dan membuat nilai tukar dolar AS semakin menguat. "DXY [indeks dolar AS] meningkat kemarin sempat mencapai 107, ini tentunya menjadi perhatian kita semua, karena berdampak pada bagaimana aliran modal ke negara berkembang yang tidak sekuat perkiraan," ujar Firman.