BACA BERITA

Ekonom Khawatirkan Rencana Ekspor Jagung Indonesia Sebesar 27.000 Ton

Author: matauang Category: Tren
Matauang.com, Jakarta - Ekonom Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menanggapi pernyataan Menteri Pertanian Amran Sulaiman terkait kesiapan Indonesia mengekspor 27.000 ton jagung pada pertengahan Juni 2025.

Khudori menyarankan agar pemerintah memantau tingkat produksi jagung hingga akhir tahun sebelum memutuskan untuk mengekspor jagung. "Jika ekspor jagung dilakukan, pemerintah harus memastikan produksinya surplus hingga akhir tahun," katanya saat dihubungi pada Sabtu, 31 Mei 2025.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperin) menyinggung soal ketersediaan 27.000 ton jagung yang siap diekspor. Hal itu disampaikannya saat meresmikan Hari Ulang Tahun (HUT) Cadangan Beras (CBP) 4 juta ton milik pemerintah di Jakarta, Jumat, 30 Mei 2025.

Saat itu, Amran menyebutkan bahwa ketiga daerah tersebut berencana mengekspor jagung pada Juni tahun ini. Namun, baru satu daerah yang melaporkan jumlah ekspor jagungnya, yakni sebanyak 27.000 ton. Sementara itu, dua daerah lainnya belum melaporkan berapa jumlah jagung yang akan diekspor.

Lebih lanjut, menurut Khudori, jagung yang diekspor tersebut merupakan bagian dari surplus produksi. Ia mengatakan, wajar saja jika produksi jagung saat ini melimpah. Pasalnya, periode Februari hingga Mei merupakan musim panen.

Mengacu pada data luas areal sampel Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2025, Khudori menyebutkan, produksi jagung dengan kadar air 14 persen diperkirakan mencapai 8,07 juta ton pada Januari-Juni 2025.

Ia belum bisa memastikan kondisi produksi jagung hingga akhir tahun. Khudori memperkirakan, kesimpulan apakah produksi jagung surplus baru bisa diketahui akhir September atau Oktober tahun ini. "Karena saat itu produksi sudah mencapai 80-85 persen dari produksi nasional."

Jumlah tersebut meningkat dari produksi pada periode yang sama tahun lalu yang hanya 7,15 juta ton atau naik 12,88 persen. Kendati produksi meningkat, Khudori mengingatkan bahwa kondisi iklim/cuaca menyebabkan perbedaan kuantitas produksi.

Khudori mengatakan, fenomena El Nino sempat menekan produksi jagung pada awal tahun lalu. Sebaliknya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyatakan, tahun ini iklim masih normal. Apalagi, pada Mei lalu masih terjadi hujan yang seharusnya menjadi awal musim kemarau. "Tidak tepat jika membandingkan situasi El Nino dengan cuaca normal," katanya.

Kondisi cuaca yang normal tentu membawa kabar baik bagi para petani, kata Khudori, tetapi faktor-faktor lain di sektor pertanian tidak dapat dikontrol sepenuhnya. "Jika terjadi sesuatu yang mengancam dan menyebabkan gagalnya produksi dalam 7 bulan yang tersisa, kami belum tahu."