Matauang.com, Jakarta - Angka pengangguran di Indonesia diproyeksikan menjadi yang tertinggi kedua di Asia setelah China pada 2025, menurut laporan yang dirilis Dana Moneter Internasional ( IMF ) pada April 2025. Lebih lanjut, IMF memperkirakan angka pengangguran di Indonesia akan sedikit meningkat menjadi 5,1 persen pada 2026.
Data IMF tersebut sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan adanya peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia hingga Februari 2025. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam jumpa pers di kantor BPS, Jakarta Pusat, Senin, 5 Mei 2025, menyebutkan jumlah pengangguran mencapai 7,28 juta orang.
"Dari angkatan kerja tersebut, tidak semuanya terserap di pasar kerja sehingga mengakibatkan jumlah pengangguran mencapai 7,28 juta orang," jelas Amalia.
Angka ini mengalami kenaikan sekitar 1,11 persen atau 0,08 juta orang dibanding Februari 2024. Pada Februari 2025, jumlah pengangguran terbuka sekitar 83 ribu orang.
Ekonom sekaligus dosen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, mengatakan proyeksi kenaikan angka pengangguran tersebut terjadi karena struktur perekonomian nasional belum mampu menyerap tenaga kerja secara optimal, terutama dari sektor padat karya. "Khususnya di sektor padat karya," ujarnya, Kamis, 22 Mei 2025.
Menurut Syafruddin, banyak sektor industri Indonesia, seperti tekstil dan sepatu, menghadapi tekanan yang signifikan akibat melemahnya permintaan global, harga bahan baku yang berfluktuasi, dan tingginya biaya logistik. Selain itu, ia menjelaskan bahwa transformasi teknologi yang sedang berlangsung belum diimbangi dengan peningkatan keterampilan tenaga kerja yang sesuai.
Situasi ini menyebabkan ketidaksesuaian antara kebutuhan industri dan kemampuan tenaga kerja yang tersedia. "Sebaliknya, Tiongkok berhasil mempertahankan tingkat penganggurannya di sekitar 5,1 persen karena kebijakan fiskalnya berfokus pada stabilisasi konsumsi domestik dan dukungan manufaktur," katanya.
Syafruddin menegaskan, Indonesia perlu menata ulang kebijakan industrialisasi agar penciptaan lapangan kerja dapat sejalan dengan pertumbuhan sektor produktif. Tanpa langkah konkret, angka pengangguran diperkirakan akan terus meningkat, meski Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami pertumbuhan.