Dolar AS (USD) adalah mata uang cadangan utama dunia, dan juga merupakan yang paling banyak digunakan dalam perdagangan dan transaksi internasional. Namun hegemoni dolar AS mendapat perlawanan seiring sanksi Berat terkait dengan perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan.
"Risiko dedolarisasi berulang secara berkala sepanjang sejarah pasca-perang. Kini kembali menjadi fokus karena pergeseran geopolitik dan geostrategis," kata Alexander Wise yang melakukan Penelitian Strategis di J.P. Morgan.
Secara khusus, sanksi AS terhadap Rusia membuat beberapa negara waspada karena terlalu bergantung pada greenback. Selain itu dengan latar belakang tren kenaikan suku bunga, dolar AS yang kuat menjadi lebih mahal bagi negara-negara berkembang, menyebabkan beberapa orang mulai berdagang dengan mata uang lain.
Pada Juli 2023, Bolivia menjadi negara Amerika Selatan terbaru -setelah Brasil dan Argentina- yang membayar impor dan ekspor menggunakan renminbi China. Tak hanya itu, penantang dominasi dolar AS juga datang dari mata uang alternatif lainnya.
Berikut daftar 5 mata uang calon pengganti dolar AS
1. Mata Uang Lokal ASEAN
Salah satu cara melepaskan ketergantungan pada dolar AS yakni dengan menerapkan transaksi mata uang lokal atau yang dikenal dengan istilah Local Currency Transaction (LCT). Dua kelompok ekonomi besar, dimana salah satunya ASEAN meneken LCT untuk memuluskan upaya membuang dolar (USD).
Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina telah meneken kerjasama transaksi pembayaran lintas batas. Ini melalui kode QR, fast payment, data, hingga transaksi mata uang lokal.
Meski begitu menurut Ekonom Amerika Serikat peraih penghargaan nobel di bidang ekonomi Joseph Stiglitz menerangkan, bakal sulit menggantikan dolar sebagai mata uang cadangan global atau reserve currency.
2. Pound Inggris
Secara historis, pounds Inggris (GBP) lebih kuat dibandingkan kebanyakan mata uang, termasuk dolar AS. Pada tahun 2007, nilai GBP mencapai rekor dua kali lipat nilai dolar AS.
Pada tahun 2024, poundsterling adalah mata uang terkuat keempat di dunia, mempertahankan nilai stabil di atas USD1,20. Namun, dalam beberapa tahun terakhir usai dihantam Brexit, Pound melemah karena kenaikan suku bunga dan ketakutan akan resesi, sementara dolar AS menguat.
Faktanya selama lebih dari 20 tahun, pound Inggris lebih kuat dari dolar AS secara nominal. Pound Inggris (GBP) telah menikmati nilai premium terhadap dolar AS (USD) selama bertahun-tahun, karena konvensi historis dan kesediaan Bank of England untuk melakukan intervensi pada saat krisis untuk mempertahankan pound.
3. Mata Uang BRICS
Kelompok negara berkembang yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan atau yang dikenal dengan sebutan BRICS telah mendorong terbentuknya mata uang bersama. Gagasan tersebut dilontarkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada awal Juni 2022.
Belakangan konsep tersebut mulai mendapatkan daya tarik lagi di tengah gerakan de-dolarisasi. "Mengapa kita tidak bisa melakukan perdagangan berdasarkan mata uang kita sendiri?" ungkap Presiden Brasil, Luiz InĂ¡cio Lula da Silva selama kunjungan kenegaraan ke China pada April, lalu menurut The Financial Times.
"Siapa yang memutuskan bahwa dolar adalah mata uang setelah hilangnya standar emas?" tambahnya.Meski belum dipastikan waktunya, namun wacana ini telah banyak menuai sorotan karena dianggap menjadi ancaman bagi dolar Amerika Serikat (USD). Pembahasan mata uang bersama terus dibahas BRICS, terlebih setelah perluasan dengan kehadiran anggota baru seperti Mesir, Iran, Ethiopia, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
"Mengapa negara-negara BRICS membutuhkan mata uang kelompok seperti SDR? Orang hanya berpikir ini adalah langkah untuk mengatasi hegemoni IMF yang dirasakan AS dan akan memungkinkan BRICS untuk membangun pengaruh dan unit mata uang mereka sendiri dalam lingkup itu," tulis Chris Turner, kepala pasar global di bank Belanda ING dalam catatannya Juni 2022.