Pada tanggal 25 Juli 2025, ketegangan antara Thailand dan Kamboja kembali memuncak di wilayah perbatasan mereka yang telah lama menjadi sumber sengketa. Konflik ini tidak hanya mencerminkan masalah territorial saat ini, tetapi juga diwarnai oleh warisan sejarah kolonial yang masih membayangi hubungan kedua negara.
Tiongkok Mengomentari Konflik Thailand-Kamboja
Menanggapi situasi yang semakin memburuk, Menteri Luar Negeri Tiongkok, Wang Yi, mengungkapkan bahwa akar konflik ini berakar dari dampak panjang penjajahan Barat di masa lalu. Ia menegaskan bahwa konflik ini harus disikapi secara tenang dan membutuhkan penanganan yang bijaksana. Wang Yi menambahkan bahwa Beijing berkomitmen untuk memainkan peran konstruktif dalam membantu meredakan ketegangan dan mencari solusi yang adil tanpa memihak.
Konflik yang Memanas
Ketegangan kali ini bermula dari insiden di wilayah perbatasan yang sudah lama menjadi titik sengketa. Pada Kamis pagi, 24 Juli 2025, terjadi baku tembak dan serangan roket yang menimbulkan korban jiwa dan luka-luka, menurut laporan pemerintah Thailand. Konflik ini merupakan eskalasi kedua sejak insiden penembakan terhadap tentara Kamboja pada Mei 2025, yang memicu bentrokan bersenjata yang lebih besar di wilayah tersebut.
Wilayah perbatasan yang diperebutkan sebagian besar diidentifikasi dari peta tahun 1907, yang dibuat selama masa pemerintahan kolonial Prancis. Peta ini digunakan Kamboja sebagai dasar klaim atas wilayah tertentu, termasuk situs bersejarah seperti kuil Preah Vihear, yang telah menjadi pusat sengketa selama beberapa dekade.
Dinamika Ketegangan dan Tindakan Negara
Sejak insiden terbaru, Thailand memberlakukan pembatasan ketat di perbatasannya, menutup sebagian besar jalur penyeberangan dan membatasi akses bagi warga yang membutuhkan. Sementara itu, Kamboja merespons dengan membatasi kegiatan ekonomi dan komunikasi, termasuk melarang impor bahan bakar dan produk pertanian dari Thailand serta memblokir akses internet internasional dan pasokan listrik.
Ketegangan semakin meningkat ketika kedua negara saling menuduh satu sama lain bertanggung jawab atas insiden ranjau darat dan serangan militer. Thailand, melalui pemerintahnya yang saat ini berkuasa, mengumumkan akan memanggil dan mengusir duta besar Kamboja, sementara Kamboja menyatakan akan menarik seluruh diplomatnya dari Thailand sebagai tindakan balasan.
Sejarah Panjang Sengketa Perbatasan
Isu perbatasan antara Thailand dan Kamboja telah berlangsung selama puluhan tahun, sebagian besar berakar dari peta tahun 1907 yang disusun selama masa kolonial Prancis. Konflik paling terkenal terkait wilayah ini adalah sengketa atas kuil Preah Vihear, yang hingga pengadilan internasional pada 1962 dinyatakan milik Kamboja.
Setelah putusan Mahkamah Internasional, ketegangan tetap berlanjut, dan beberapa bentrokan bersenjata terjadi, termasuk insiden mematikan pada 2011 yang menyebabkan ribuan pengungsi dan korban jiwa. Meskipun pengadilan kembali menegaskan kepemilikan Kamboja atas wilayah tersebut pada 2013, sengketa tetap belum terselesaikan secara menyeluruh, dengan Thailand menolak yurisdiksi pengadilan internasional.
Ketegangan di perbatasan Thailand dan Kamboja menunjukkan betapa warisan sejarah kolonial masih mempengaruhi dinamika geopolitik saat ini. Konflik yang berlarut-larut ini menegaskan perlunya penyelesaian diplomatik yang berkelanjutan dan adil, agar kedua negara dapat mengatasi sengketa mereka tanpa mengorbankan stabilitas dan keamanan regional.