Menjelang pemilu yang dijadwalkan pada Oktober 2025, Pantai Gading diguncang oleh beredarnya kabar tak berdasar mengenai percobaan kudeta. Video-video yang viral di media sosial seperti Facebook dan X menampilkan adegan kerusuhan serta bangunan terbakar, yang diklaim terjadi di Abidjan, kota pusat ekonomi negara tersebut.
Namun, hingga saat ini, tidak ada bukti atau laporan resmi yang mendukung klaim tersebut. Pihak berwenang, termasuk Badan Nasional Keamanan Sistem Informasi (ANSSI), secara tegas menyatakan bahwa informasi itu merupakan bagian dari upaya disinformasi yang terstruktur dan terorganisir.
Penyebaran rumor ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan politik. Presiden Alassane Ouattara disebut-sebut berencana mencalonkan diri kembali untuk masa jabatan keempat, meskipun konstitusi membatasi masa jabatan presiden hanya dua kali. Amandemen konstitusi tahun 2016 sebelumnya memungkinkan dia mencalonkan diri pada 2020, dan kini memicu spekulasi untuk maju kembali pada 2025.
Situasi menjadi semakin rumit ketika oposisi utama, Tidjane Thiam, dilarang maju sebagai calon presiden karena alasan kewarganegaraan ganda. Meski telah melepaskan kewarganegaraan Prancis pada awal 2024, pendaftarannya sebagai pemilih dianggap tidak sah karena saat itu masih memegang paspor asing.
Thiam menyebut keputusan tersebut sebagai langkah politis. Ia sebelumnya menjabat sebagai CEO Credit Suisse dan kini menjadi pemimpin Partai Demokrat Pantai Gading (PDCI). Meski belum memastikan pencalonannya kembali, Thiam menegaskan komitmennya untuk terus terlibat dalam politik nasional.
Rumor yang beredar bahkan menyebut bahwa Kepala Staf Angkatan Darat Lassina Doumbia telah meninggal dan Presiden Ouattara menghilang. Namun, semua kabar itu dibantah. Ouattara terlihat aktif menjalankan tugas, termasuk memimpin rapat kabinet dan menghadiri acara resmi bersama Presiden Togo.
Pantai Gading memiliki sejarah panjang konflik pasca pemilu. Pada 2010, perselisihan hasil pemilu antara Laurent Gbagbo dan Ouattara berujung perang saudara, yang menewaskan ribuan orang. Gbagbo kemudian diadili oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC), meski akhirnya dibebaskan.
Beberapa tokoh oposisi kini dilarang mencalonkan diri karena persoalan hukum, termasuk Gbagbo dan Thiam. Sementara itu, partai penguasa RHDP telah menyodorkan nama Ouattara untuk kembali maju, meskipun ia belum secara resmi mengumumkan pencalonannya.
Analis politik mencermati meningkatnya ketidakpercayaan terhadap institusi politik serta adanya dukungan terhadap pemimpin militer muda dari negara-negara tetangga seperti Mali dan Burkina Faso, yang dikenal anti-Prancis.
Presiden Ouattara mendapat pujian atas kestabilan ekonomi selama satu dekade terakhir dan upaya rekonsiliasi nasional, termasuk menyambut kembali Gbagbo pada 2023. Namun, ia juga dikritik karena dianggap menekan oposisi dan terlalu dekat dengan Prancis, yang oleh sebagian warga dianggap sebagai kekuatan kolonial.
Selain Thiam, nama-nama lain yang muncul sebagai bakal calon presiden termasuk Pascal Affi N'Guessan dari FPI dan Simone Gbagbo dari Gerakan Generasi yang Mampu. Simone, yang juga mantan ibu negara, pernah divonis 20 tahun penjara, namun kemudian dibebaskan demi rekonsiliasi nasional.
Dengan meningkatnya ketegangan politik dan maraknya informasi palsu, Pantai Gading kini berada di ambang krisis politik menjelang pemilu Oktober 2025.