BACA BERITA

Krisis Internal Iran di Tengah Hujan Rudal: Rezim Kian Terpecah, Warga Bersorak Malah Dipenjara

Author: matauang Category: Politik
15 Juni 2025 – Teheran, Iran. Di tengah konflik bersenjata yang kian memanas antara Iran dan Israel, ketegangan tak hanya terjadi di garis depan, tapi juga di dalam tubuh pemerintahan Iran sendiri. Serangan udara Israel yang menewaskan sejumlah tokoh penting militer dan ilmuwan nuklir Iran tampaknya menjadi pemicu ledakan krisis politik di dalam negeri.

Sementara pemerintah Iran mengumumkan Operasi Janji Sejati Ketiga sebagai aksi balasan, yang melibatkan ratusan rudal diluncurkan ke arah wilayah Israel, reaksi di kalangan pejabat dan masyarakat sipil justru memperlihatkan keretakan yang semakin mendalam. Beberapa rakyat Iran bahkan merespons serangan Israel dengan sorakan di media sosial — sesuatu yang langsung dibalas rezim dengan ancaman penjara hingga enam tahun.

Sorakan Dibalas Kurungan

Dalam pernyataan keras yang disampaikan oleh Ketua Mahkamah Agung Iran, Gholam-Hossein Mohseni Ejei, warga Iran yang menunjukkan dukungan terhadap serangan Israel — bahkan sekadar lewat unggahan komentar di media sosial — dianggap sebagai tindakan subversif. Hukuman maksimal enam tahun penjara menjadi ancaman nyata bagi siapa saja yang dianggap tidak menunjukkan "solidaritas nasional".

Langkah keras ini mencerminkan ketakutan mendalam rezim terhadap hilangnya kendali narasi di tengah rakyatnya. Bagi banyak orang Iran, serangan Israel menjadi cermin dari kegagalan pemerintah dalam menjaga pertahanan negara, terutama setelah infrastruktur penting bisa dihantam begitu mudah oleh musuh lama mereka.

Retakan Antara Garis Keras dan Moderat

Menurut laporan dari berbagai sumber internasional, termasuk The Telegraph dan The New York Times, kegagalan Iran dalam mencegah serangan udara Israel telah memicu kekecewaan besar di kalangan pejabat. Pesan-pesan internal yang bocor mengungkapkan pertanyaan pedas seperti, "Di mana sistem pertahanan udara kita?" dan "Bagaimana mungkin komandan senior kita terbunuh tanpa perlawanan?"

Seorang tokoh ekonomi Iran, Hamid Hosseini, bahkan menyinggung kemungkinan penyusupan Israel ke dalam jaringan keamanan Iran — dugaan yang, jika benar, akan menjadi pukulan telak terhadap kredibilitas keamanan nasional negara itu.

Pezeshkian: Harapan dari Sayap Moderat

Di tengah kekacauan ini, muncul sosok Presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian, yang dikenal sebagai figur moderat dan reformis. Meskipun ia telah mengecam serangan Israel dan menyerukan persatuan nasional, posisi Pezeshkian tetap lemah dalam menghadapi dominasi kelompok konservatif yang mengendalikan institusi kunci negara.

Kemenangan Pezeshkian dalam pemilihan terakhir memang sempat memunculkan harapan akan perubahan arah kebijakan, terutama terkait hubungan dengan Barat dan negosiasi nuklir. Namun realitasnya, faksi garis keras tetap menjadi tembok besar yang harus ia hadapi dalam mewujudkan agenda tersebut.

Negara yang Terkunci dalam Dua Front

Dengan satu kaki di medan perang dan satu lagi di tengah gejolak politik dalam negeri, Iran kini menghadapi tekanan luar biasa. Ketika rakyat mempertanyakan penggunaan anggaran negara untuk militer dan mendanai kelompok proksi di luar negeri, kebutuhan akan reformasi menjadi semakin jelas.

Namun, reformasi tidak mudah dijalankan di bawah bayang-bayang Ayatollah Ali Khamenei yang tetap menjadi simbol utama kekuasaan dan konservatisme. Garis keras tampaknya masih memegang kendali mutlak atas kebijakan luar negeri dan keamanan nasional, meskipun tekanan dari dalam negeri terus meningkat.

Konflik terbaru dengan Israel bukan hanya menguji kekuatan militer Iran, tapi juga membongkar perpecahan internal yang sudah lama ada antara kaum reformis dan garis keras. Ketika rudal terbang melintasi langit Timur Tengah, pertanyaan yang lebih dalam bergema di dalam negeri: Apakah Iran masih bisa melindungi rakyatnya, atau justru melawan mereka yang mulai bersuara?