Lebih dari tiga tahun sejak Rusia melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina pada Februari 2022, dunia masih berusaha mencari jalan keluar dari konflik yang menelan puluhan ribu korban jiwa dan mengguncang stabilitas global.
Pada Jumat (15/8), Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin akhirnya bertatap muka di Joint Base Elmendorf-Richardson, Anchorage, Alaska. Pertemuan yang berlangsung lebih dari enam jam ini digadang-gadang sebagai momentum awal menuju gencatan senjata.
Namun, absennya Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dari meja perundingan menimbulkan kritik tajam. Banyak pihak mempertanyakan, apakah perdamaian bisa dirundingkan tanpa keterlibatan langsung negara yang paling terdampak?
Mengapa Alaska?
Pemilihan Alaska sebagai lokasi pertemuan bukan tanpa alasan. Letaknya yang berbatasan langsung dengan Rusia melalui Selat Bering menjadikannya simbolis sekaligus strategis. Dengan fasilitas militer kelas dunia, Anchorage dianggap tempat aman untuk menggelar negosiasi tingkat tinggi yang sarat kepentingan geopolitik.
Trump disebut ingin menunjukkan diri sebagai mediator global, sementara Putin memanfaatkan momentum ini untuk menegaskan bahwa Rusia tidak sepenuhnya terisolasi dari panggung diplomasi internasional.
Latar Belakang Konflik
Konflik Rusia–Ukraina berakar pada sejarah panjang:
- 1991: Ukraina merdeka setelah bubarnya Uni Soviet.
- 2014: Rusia mencaplok Krimea dan mendukung pemberontakan separatis di Donetsk–Luhansk.
- 2022: Invasi besar-besaran Rusia diluncurkan dengan dalih “demiliterisasi dan denazifikasi”.
Perang ini membuat hubungan Rusia–Barat memburuk drastis. Amerika Serikat dan Uni Eropa menjatuhkan sanksi ekonomi besar, sementara Ukraina mendapat dukungan militer dan finansial besar-besaran dari Barat.
Posisi Amerika Serikat
Keterlibatan Washington tidak bisa dilepaskan dari sejumlah faktor:
- Kepemimpinan Global: AS merasa berkewajiban menjaga stabilitas internasional pasca-Perang Dingin.
- Dukungan terhadap Ukraina: Sejak aneksasi Krimea, AS konsisten memberi bantuan.
- Keamanan Eropa: Ukraina berbatasan langsung dengan anggota NATO, menjadikan invasi Rusia ancaman regional.
- Persaingan Ideologis: Konflik ini dianggap benturan antara demokrasi liberal (AS & sekutu) versus otoritarianisme (Rusia).
Harapan dan Kekhawatiran
Pertemuan Trump–Putin memunculkan berbagai ekspektasi sekaligus kecemasan:
- Amerika Serikat: Trump ingin menguji kesediaan Putin untuk gencatan senjata, sekaligus memperkuat citra sebagai “pembawa damai”.
- Rusia: Kremlin melihat kesempatan mengukuhkan legitimasi internasional dan mencari konsesi politik terkait wilayah Ukraina yang kini mereka kuasai.
- Ukraina: Zelensky menolak keras setiap skema “barter wilayah” dan menuntut keterlibatan langsung dalam perundingan.
- Eropa & NATO: Para pemimpin Eropa khawatir Trump akan membuat kesepakatan sepihak yang melemahkan posisi Kyiv.
Jalan Panjang Menuju Perdamaian
Pertemuan di Alaska belum menghasilkan terobosan besar. Namun, fakta bahwa Trump dan Putin kembali duduk bersama setelah pertemuan terakhir di Helsinki tahun 2018 menandakan adanya peluang baru bagi jalur diplomasi.
Meski begitu, tanpa kehadiran Ukraina, perundingan ini berisiko dipandang timpang. Dunia kini menunggu, apakah langkah selanjutnya akan benar-benar mengarah pada gencatan senjata, atau justru membuka babak baru tarik-menarik kepentingan geopolitik.