Matauang.com - Perang antara Israel dan Iran memasuki babak baru yang intens sejak Jumat (13/6/2025) setelah Israel melancarkan serangan besar-besaran ke fasilitas nuklir dan militer Iran.
Serangan ini memicu respons langsung dari Iran, yang meluncurkan lebih dari 150 rudal dan 100 drone ke wilayah Israel. Konflik ini kini telah berubah menjadi perang terbuka dengan dampak regional dan internasional yang signifikan.
Perang antara Israel dan Iran pun berpotensi besar mendorong penguatan dolar Amerika Serikat (AS) sebagai safe haven, dan ini sesuai dengan pola historis ketika terjadi konflik geopolitik besar.
Investor global biasanya mencari aset yang aman alias safe haven saat ketidakpastian meningkat. Dolar AS, bersama dengan obligasi pemerintah AS (Treasury), dianggap salah satu aset paling aman karena stabilitas ekonomi dan politik AS hingga kedalaman dan likuiditas pasar keuangan AS.
Ketika terjadi ketegangan di Timur Tengah, investor sering menarik dananya dari pasar negara berkembang atau kawasan konflik, dan mengalihkan ke dolar AS. Ini menciptakan permintaan tinggi terhadap dolar AS.
Tekanan terhadap mata uang lain pun dapat terjadi. Ketidakstabilan di kawasan seperti Timur Tengah bisa melemahkan mata uang regional salah satunya rupiah, mendorong penguatan relatif dolar AS.
Konflik bisa juga mendorong harga minyak naik, karena gangguan pasokan dari Teluk Persia. Hal ini menekan negara-negara pengimpor minyak dan bisa membuat investor makin waspada, lagi-lagi memperkuat daya tarik dolar.
Sejak perang terjadi pada Jumat (13/6/2025), rupiah terhadap indeks dolar AS terpantau mengalami pelemahan. Hingga perdagangan hari ini Senin (16/6/2025) pukul 10.18 WIB, rupiah terhadap indeks dolar AS masih melemah 0,06% di level Rp16.300/US$1.
Berdasarkan wawancara bersama Martin Aditya, Investment Analyst Capital Asset Management, kondisi rupiah untuk sepekan ini tampaknya akan sedikit volatile namun tidak seburuk sebelumnya.
Martin melihat, nampaknya merespon lebih pada hard commodity terutama emas dan minyak.
Selain itu, konflik yang tiba-tiba memanas kembali masih belum jelas tujuan utamanya apa sehingga memicu kekhawatiran hanya risk jangka pendek padahal sebelumnya sudah mereda konflik yang terjadi di timur tengah.
Martin juga menambahkan, rupiah sudah mulai inline berkorelasi negatif kembali dengan indeks dolar (DXY) seiring penurunan yang terjadi di DXY sebelumnya yang disebabkan oleh kekhawatiran investor terhadap memburuknya kondisi AS dalam waktu beberapa bulan ke depan dengan adanya utang yang jatuh tempo cukup besar.
Selain itu, Bank Indonesia masih mampu mengintervensi rupiah agar tetap stabil, melihat cadangan devisa pada Mei 2025 masih cukup solid, namun ada kemungkinan risiko sell off pada rupiah yg kemungkinan flownya berpindah ke aset save heaven yaitu gold. Rupiah untuk pekan ini diprediksi akan bergerak pada range Rp16.200 hingga Rp16.400/US$1.
Sementara itu berdasarkan keterangan Raja Paian, Investment Specialist PT Mirae Asset Sekuritas, indeks dolar AS berpotensi menguat jika perang Israel-Iran terus berlangsung, sehingga pelemahan rupiah dapat terjadi. Rupiah diperkirakan dapat bergerak di kisaran 16300/US$1.
Adapun menurut Alexander Rahardjo, Financial Advisor, kisaran rupiah sepekan cenderung sideways kecuali perangnya berkelanjutan sehingga memicu potensi melemah karena investor akan lebih mencari aset yang lebih aman seperti gold. Rupiah pun diperkirakan berada di kisaran Rp16.250 hingga Rp16.350/US$1.