BACA BERITA

Lokalitas yang mengudara: ketika radio menjadi wajah digital bangsa

Author: matauang Category: Politik
Jakarta - Di tengah perubahan lanskap media yang sangat cepat dan tantangan efisiensi anggaran yang makin nyata, muncul pertanyaan mendasar: bagaimana masa depan Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai radio publik nasional?

Pertanyaan ini menjadi relevan saat digitalisasi media berkembang pesat, sementara kebutuhan masyarakat atas informasi yang terpercaya dan kontekstual tetap tinggi.

Transformasi gaya konsumsi informasi, tumbuhnya platform digital, dan ekspektasi audiens yang semakin beragam menuntut respons yang adaptif. Di sinilah posisi RRI perlu ditegaskan, bukan hanya sebagai penyampai informasi, melainkan sebagai penguat narasi lokal dan representasi publik yang kredibel.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Bersama Komisi VII DPR RI tentang Laporan Keuangan RRI Tahun 2024 dan Rencana Anggaran 2026 pada 10 Juli 2025, ditampilkan bahwa lebih dari 74 persen anggaran terserap untuk belanja pegawai.

Kemudian hanya sekitar 2 persen dari total anggaran yang dialokasikan untuk program penyiaran publik, sementara sisanya, sekitar 98 persen, lebih banyak terserap untuk dukungan manajemen dan belanja pegawai.

Alih-alih menjadi tantangan, keterbatasan anggaran dapat dimanfaatkan sebagai momentum penguatan identitas kelembagaan melalui strategi digital dan kolaboratif yang terukur.

Membangun Platform Publik

RRI Digital adalah jembatan antara model siaran konvensional dan ekosistem media baru. Ia berpotensi menjadi rumah besar konten lokal yang relevan, menyajikan podcast daerah, berita inspiratif, dialog antarwarga, hingga siaran radio visual berbasis komunitas.

Radio itu bukan sekadar suara yang mengudara, tapi denyut nadi lokal yang menyapa langsung hati pendengarnya.

Isunya bisa sekecil jalan berlubang di ujung gang, tapi resonansinya bisa sebesar harapan satu kota.

Lewat RRI Digital, batas-batas geografis tak lagi relevan; suara dari Sabang bisa terdengar di Merauke, bahkan dengan wajah visual yang menyertainya.

Ini bukan radio yang hanya didengar, tapi juga dirasakan dan dilihat.

Agar optimal, RRI perlu membuka kanal kolaborasi konten dengan masyarakat, serta mengemas siaran secara singkat, visual, dan mudah dibagikan.

Praktik seperti yang dijalankan oleh BBC Local di Inggris dan NPR di Amerika Serikat menunjukkan bahwa radio publik tetap relevan jika mampu bersentuhan langsung dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.

Mereka berhasil memadukan jurnalisme komunitas dengan platform digital, bahkan mengajak audiens untuk ikut menjadi produsen konten.

Model ini dapat ditiru RRI tanpa memerlukan anggaran besar. Cukup dengan memperkuat jejaring lokal, menghidupkan studio daerah, serta memanfaatkan teknologi produksi sederhana, RRI dapat menghasilkan konten berkualitas dan berdampak.