Matauang.com - Nilai tukar rupiah ambles di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) setelah Bank Indonesia (BI) mempertahankan kebijakan suku bunga serta rilis transaksi berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal III-2024.
Melansir dataRefinitiv, pada penutupan Kamis (21/11/2024) rupiah merosot hingga 0,38% berada di level Rp15.920/US$. Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi di rentang Rp15.953/US$ hingga Rp15.880/US$.
Melemahnya rupiah hari ini (21/11/2024) sejalan dengan Indeks Dolar AS (DXY) yang ikut menurun tipis hingga 0,04% tepat pukul 15.00 di posisi 106,632.
Pelemahan rupiah hari ini didorong oleh sentimen pasar terkait hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) oleh BI yang kembali menahan suku bunganya pada level 6%.
Keputusan ini disampaikan oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo yang bertujuan untuk bisa tetap menjaga inflasi yang terkendali dalam sasaran yang ditetapkan pemerintah 2,5 plus minus 1% pada 2024 dan 2025 serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Perry mengungkapkan fokus kebijakan moneter untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak semakin tingginya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global dengan perkembangan politik di AS.
"Ke depan BI akan terus perhatikan pergerakan Nilai Tukar Rupiah (NTR) dan prospek inflasi serta perkembangan data dan dinamika kondisi yang berkembang dalam mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan lebih lanjut," ungkapnya.
Selain itu, Gubernur BI Perry Warjiyo juga menyebut pihaknya akan promarket untuk menarik aliran modal asing.
"Penguatan strategi operasi moneter promarket untuk tarik berlanjutnya aliran portofolio asing untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dan efektivitas transmisi kebijakan moneter dengan mengoptimalkan SRBI SVBI dan SUVBI," terang Perry dalam konferensi pers, Rabu (20/11/2024).
Selain itu, pagi tadi (21/11/2024) BI telah merilis data transaksi berjalan untuk kuartal III-2024 yang terpantau kembali mengalami defisit di angka US$2,2 miliar (0,6% dari PDB). Dimana angka ini lebih rendah dibandingkan dengan defisit sebesar US$3,2 miliar (0,9% dari PDB) pada kuartal II-2024.
Rilis data ini menunjukkan defisit kuartal keenam secara berturut-turut.
Felix mengatakan dengan defisitnya transaksi berjalan, menjadi pengaruh yang negatif juga bagi rupiah.
"Dari rilis data current account Indonesia yang masih defisit juga berpengaruh negatif pada rupiah," papar Felix.
Defisit transaksi berjalan memberikan dampak yang negatif bagi perekonomian suatu negara.
Sebagai informasi, transaksi berjalan sendiri merupakan gambaran arus uang yang keluar masuk melalui sektor-sektor riil.
Sementara transaksi di sektor riil ini lebih bertahan lama, tidak mudah keluar dan masuk dengan cepat. Berbeda dengan sektor keuangan, seperti saham, di mana investor bisa dalam satu kedipan mata menarik modal dari Indonesia.