Matauang.com - Pasar
mobil listrik di Indonesia memang sedang berkembang pesat. Namun, di balik euforia tersebut, muncul masalah baru yang cukup meresahkan, khususnya bagi para
pedagang mobil bekas. Harga jual kembali mobil listrik disebut mengalami penurunan yang cukup drastis, bahkan lebih dalam dibandingkan mobil konvensional berbahan bakar bensin maupun diesel.
Beberapa pedagang mobil bekas menyebut depresiasi harga mobil listrik bisa mencapai 30 persen hanya dalam waktu singkat. Bahkan, ada beberapa model yang turun hingga hampir 50 persen dari harga barunya. Kondisi ini membuat banyak pedagang mobil bekas berpikir ulang untuk menerima stok mobil listrik.
Pantauan di sejumlah situs jual beli online memperlihatkan betapa tajamnya penurunan harga mobil listrik di pasar bekas. Misalnya, Nissan Leaf tahun 2022 yang baru diluncurkan dengan harga sekitar Rp 730 jutaan, kini ditawarkan hanya sekitar Rp 265 jutaan di pasar mobil bekas. Itu artinya, penurunannya lebih dari 60 persen dalam waktu dua tahun saja.
Hal serupa juga terjadi pada Toyota bZ4X 2024. Mobil listrik yang harga barunya masih di atas Rp 1 miliar kini bisa ditemukan di pasar mobil bekas dengan harga Rp 585 juta (kredit) hingga Rp 625 juta (tunai). Penurunan hampir setengah miliar rupiah dalam waktu kurang dari setahun tentu membuat calon pembeli ragu untuk berinvestasi pada kendaraan listrik baru.
Contoh lainnya datang dari Hyundai Ioniq 5, salah satu mobil listrik populer di Indonesia. Harga barunya berada di kisaran Rp 800 jutaan, namun di pasar mobil bekas kini bisa ditebus sekitar Rp 400 jutaan untuk unit tahun 2023–2024. Turun 50 persen hanya dalam waktu singkat.
Fenomena ini tentu saja membuat pedagang mobil bekas resah. Daniel Libianto, pemilik diler mobil listrik bekas Victory 88 di MGK Kemayoran, mengaku enggan mengambil unit mobil listrik untuk dijual kembali. Alasannya sederhana, harga mobil listrik turun terlalu cepat sehingga sangat berisiko bagi pelaku usaha.
Hal senada diungkapkan oleh Kelvin, pedagang mobil bekas Auto Prime di WTC Mangga Dua. Menurutnya, mobil listrik bekas sebenarnya masih cukup diminati konsumen. Namun, masalahnya adalah harga pasarannya yang sangat fluktuatif. Depresiasi yang tajam membuat pedagang kesulitan menentukan harga jual yang aman sekaligus menarik bagi pembeli.
Ada beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab harga mobil listrik bekas anjlok. Pertama, perkembangan teknologi baterai yang sangat cepat membuat model lama dianggap ketinggalan zaman. Kedua, harga baterai baru yang mahal sehingga menimbulkan kekhawatiran calon pembeli mengenai biaya penggantian di masa depan.
Selain itu, program insentif pemerintah untuk pembelian mobil listrik baru juga memengaruhi daya tarik pasar mobil bekas. Konsumen lebih memilih membeli unit baru dengan subsidi dan garansi penuh dibanding mengambil risiko dengan unit bekas.
Dengan depresiasi harga yang sangat tinggi, pasar mobil listrik bekas saat ini berada di posisi dilematis. Di satu sisi, konsumen bisa mendapatkan mobil listrik dengan harga jauh lebih murah dibanding harga baru. Namun, di sisi lain, pedagang menghadapi risiko kerugian besar karena nilai kendaraan cepat jatuh.
Ke depan, kestabilan harga mobil listrik bekas sangat bergantung pada ekosistem pendukung, termasuk ketersediaan layanan purna jual, transparansi soal kesehatan baterai, serta regulasi pemerintah yang bisa melindungi nilai jual kendaraan. Tanpa adanya kepastian tersebut, tidak heran jika pedagang mobil bekas memilih untuk lebih berhati-hati dalam menerima unit mobil listrik.