Matauang.com - Mobil listrik semakin dipromosikan sebagai jawaban atas krisis iklim. Dari iklan yang menampilkan hutan hijau hingga tagline “zero emission”, industri otomotif modern gencar membangun citra bahwa kendaraan listrik adalah solusi utama. Namun, apakah benar mobil listrik sepenuhnya ramah lingkungan? Atau hanya gimik pemasaran yang menutupi masalah baru?
Narasi “Hijau” Industri Otomotif
Produsen otomotif raksasa berlomba-lomba meluncurkan seri kendaraan listrik. Narasi yang dijual sederhana: mobil listrik = masa depan hijau.
Tidak ada emisi knalpot, suara mesin lebih senyap, dan klaim mengurangi polusi udara. Hal ini seolah menempatkan mobil listrik sebagai pahlawan baru dalam melawan perubahan iklim.
Namun, realitas di balik layar tidak sesederhana itu.
Masalah Produksi Baterai
Salah satu aspek yang jarang disorot adalah rantai pasok baterai.
- Bahan utama seperti litium, kobalt, dan nikel diekstraksi melalui tambang yang sering merusak lingkungan.
- Proses penambangan kobalt di Afrika, misalnya, banyak dikritik karena isu tenaga kerja anak dan eksploitasi buruh.
- Energi besar yang dibutuhkan untuk memproduksi baterai justru menghasilkan emisi karbon yang signifikan.
Dengan kata lain, “emisi nol” pada mobil listrik sering hanya berpindah dari knalpot ke pabrik.
Konsumsi Energi dan Infrastruktur
Mobil listrik memang tidak mengeluarkan gas buang, tapi tetap membutuhkan listrik untuk beroperasi.
Di banyak negara, listrik masih didominasi oleh pembangkit berbahan bakar fosil. Artinya, mobil listrik tetap berkontribusi pada emisi karbon, hanya saja bentuknya tidak terlihat langsung di jalan raya.
Selain itu, pembangunan infrastruktur pengisian daya juga memerlukan sumber daya besar, dari baja, beton, hingga lahan.
Mobilitas vs Konsumerisme
Ada paradoks besar yang jarang dibahas: jika benar tujuan mobil listrik adalah menyelamatkan bumi, mengapa industri justru mendorong konsumen membeli mobil baru, alih-alih mengurangi penggunaan kendaraan pribadi?
Mobil listrik seringkali menjadi simbol status baru—gaya hidup modern dan mewah—alih-alih solusi transportasi berkelanjutan.
Transportasi publik, jalur sepeda, dan kebijakan kota berkelanjutan seharusnya lebih ditekankan dibanding sekadar mengganti mobil bensin dengan mobil listrik.
Sisi Positif yang Tetap Ada
Walau penuh kritik, mobil listrik tetap membawa sejumlah keuntungan:
- Mengurangi polusi udara di perkotaan.
- Mendorong inovasi energi terbarukan.
- Memberi transisi awal menuju transportasi yang lebih bersih.
Namun, manfaat ini akan terasa optimal jika dipadukan dengan kebijakan energi bersih, bukan hanya mengandalkan branding hijau industri otomotif.
Kesimpulan
Mobil listrik memang menawarkan sebagian solusi, tetapi bukan jawaban mutlak. Tanpa perubahan sistemik—dari sumber energi bersih, regulasi penambangan, hingga pola transportasi publik—mobil listrik hanya akan menjadi gimik konsumen yang membungkus masalah lama dengan kemasan baru.
Pertanyaannya bukan lagi “Apakah kita butuh mobil listrik?” melainkan “Apakah kita butuh lebih banyak mobil, atau sistem mobilitas yang benar-benar berkelanjutan?”