Jakarta, 2 Juni 2025 – Kejaksaan Agung (Kejagung) secara tegas membantah kabar yang menyebut mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, telah ditetapkan sebagai buronan (DPO) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop di lingkungan Kemendikbud Ristek.
Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyikapi isu yang beredar luas di media sosial. Salah satu unggahan viral datang dari akun @4ris_budiman, yang mengklaim Nadiem masuk DPO dan bahkan dikabarkan apartemennya telah digeledah oleh aparat gabungan Kejagung dan TNI.
"Itu informasi tidak benar. Saya kira kabar tersebut tidak diverifikasi dengan benar. Kami pastikan Kejagung belum pernah menetapkan Nadiem sebagai DPO," ujar Harli kepada wartawan, Senin (2/6/2025).
Lebih lanjut, Harli mengungkapkan bahwa ia telah berkoordinasi langsung dengan penyidik di bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) terkait hal ini. Hasilnya, hingga kini belum ada pemanggilan maupun status hukum apapun terhadap Nadiem Makarim dalam perkara tersebut.
"Saya sudah konfirmasi ke penyidik, dan Nadiem belum dipanggil dalam proses penyidikan. Apalagi ditetapkan sebagai DPO. Jadi kabar itu sama sekali tidak benar," tambahnya.
Asal Mula Kasus Korupsi Laptop
Kasus ini bermula dari penyelidikan Kejagung terhadap proyek pengadaan laptop jenis Chromebook sebagai bagian dari program digitalisasi pendidikan Kemendikbud Ristek untuk periode 2019–2022. Pada 26 Mei 2025 lalu, perkara ini resmi ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Harli menjelaskan, proyek ini bertujuan menyediakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) guna menunjang asesmen kompetensi minimal (AKM) di sekolah-sekolah. Namun, berdasarkan evaluasi uji coba yang dilakukan tahun 2018–2019, penggunaan Chromebook dinilai tidak efektif karena masih banyak wilayah yang belum memiliki jaringan internet yang memadai.
"Fakta di lapangan menunjukkan, akses internet di berbagai daerah masih sangat terbatas, sehingga pemanfaatan Chromebook untuk pelaksanaan AKM tidak berjalan optimal," kata Harli.
Pada awalnya, tim teknis pengadaan telah merekomendasikan sistem operasi Windows. Namun, spesifikasi ini kemudian diubah menjadi berbasis Chromebook tanpa dasar kebutuhan yang jelas.
Dugaan Persekongkolan
Pengusutan lebih lanjut menemukan adanya indikasi permufakatan jahat dalam proses pengadaan. Harli menyebut, perubahan spesifikasi tersebut diduga diarahkan oleh oknum tertentu agar pengadaan tetap menggunakan Chromebook.
"Ada indikasi bahwa perubahan itu bukan berdasarkan kebutuhan riil, melainkan diarahkan kepada tim teknis baru untuk tetap memakai Chromebook dalam pengadaan barang dan jasa," ungkapnya.
Dari total anggaran pendidikan Kemendikbud Ristek selama 2019–2022 sebesar Rp9,98 triliun, sebanyak Rp3,58 triliun digunakan untuk pengadaan TIK, sedangkan sisanya Rp6,39 triliun berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Harli menegaskan bahwa proses penyidikan masih berjalan dan belum ada penetapan tersangka, termasuk terhadap Nadiem Makarim.