Mata duit rupiah diproyeksi lanjut melemah pada perdagangan hari ini, Kamis( 14/ 11/ 2024), sejalan dengan indeks dolar Amerika Serikat( AS) yang makin menanjak.
Pada perdagangan kemarin, rupiah ditutup melemah ke posisi Rp15. 784 per dolar AS ataupun turun 0, 02%. Sampai pagi ini, indeks dolar terpantau menguat 0, 49% ke posisi 106, 483.
Beberapa mata duit kawasan Asia yang lain bergerak variatif terhadap dolar AS pada Rabu( 13/ 11/ 2024). Yen Jepang melemah 0, 36%, dolar Singapore melemah sebesar 0, 19%, baht Thailand melemah 0, 02%, ringgit Malaysia melemah 0, 53%, dolar Taiwan melemah 0, 10%, dolar Hong Kong melemah 0, 02%, serta rupee India melemah 0, 01%. Kemudian, mata duit yang menguat di antara lain, yuan Cina menguat 0, 13%, peso Filipina menguat 0, 16%, serta won Korea menguat 0, 26% per dolar AS.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan rupiah hendak bergerak fluktuatif namun berpotensi ditutup melemah direntang Rp15. 770- Rp15. 850 per dolar AS.
Ibrahim berkata kalau pasar saat ini bergeser ke informasi inflasi indeks harga konsumen yang hendak tiba buat isyarat lebih lanjut tentang suku bunga.
Pembacaan tersebut diharapkan menampilkan inflasi senantiasa normal pada Oktober, yang jadi tanda- tanda kurang baik untuk pertaruhan atas pelonggaran moneter berkepanjangan oleh Federal Reserve.
Ia berkata kalau kemenangan Donald Trump menaikkan ketidakpastian atas prospek inflasi.
Presiden terpilih tersebut secara luas diharapkan meluncurkan lebih banyak kebijakan ekspansif sepanjang masa jabatan keduanya, yang memperkenalkan prospek inflasi serta suku bunga yang lebih besar.
Lebih lanjut, Ibrahim berkata kalau sebagian pendapat hawkish dari pejabat Federal Reserve pula membebani sentimen, sebab Presiden Fed Minneapolis Neel Kashkari memperingatkan kalau tiap peningkatan inflasi bisa membuat Fed mempertahankan suku bunga senantiasa pada Desember.
Baginya, rencana Cina buat menaikkan utang sebesar 10 triliun yuan ataupun US$1, 4 triliun sebagian besar tidak memuaskan. Investor saat ini menunggu lebih banyak langkah fiskal yang bertujuan buat tingkatkan belanja konsumen serta menunjang pasar properti.
Bloomberg memberi tahu negeri tersebut memikirkan buat memangkas pajak pembelian rumah buat menunjang zona properti, walaupun perihal ini tidak banyak menolong menopang saham lokal.
Ia berkata Beijing mungkin mencari lebih banyak petunjuk tentang kebijakan Donald Trump terhadap negeri tersebut, mengingat ia sudah berjanji buat tingkatkan tarif perdagangan atas impor Cina.
Cina saat ini diperkirakan hendak menguraikan lebih banyak stimulus fiskal sepanjang 2 pertemuan politik tingkatan besar pada Desember ini.