Matauang.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) mengungkap potensi dampak kenaikan pajak pertambahan nilai ( PPN ) hingga 12 persen terhadap perbankan. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan kebijakan itu bisa menyebabkan kontraksi ekonomi.
Menurut Dian, tidak dapat dipungkiri bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen berpotensi memengaruhi daya beli masyarakat. Sementara dari sisi penawaran, kebijakan tersebut dinilai akan memengaruhi biaya produksi dan kualitas barang secara bertahap. Hal ini dilakukan pelaku usaha untuk memastikan produk dan layanan tetap diminati pembeli.
"Kondisi penyesuaian ini berpotensi menimbulkan kontraksi sementara pada aktivitas ekonomi," ujarnya dalam konferensi pers, Jumat, 13 Desember 2024.
Namun, kondisi tersebut dinilai tidak berdampak langsung terhadap kemampuan debitur dalam membayar utang. Dian menyatakan, OJK bersama regulator lain akan memantau indikator ekonomi guna mendorong pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.
Kenaikan tarif PPN sebesar 12 persen tersebut akan berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025 sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Nomor 7 Tahun 2021 (UU HPP). Sementara itu, tarif sebesar 11 persen telah berlaku sejak 1 April 2022.
Presiden Prabowo Subianto mengumumkan bahwa tarif PPN sebesar 12 persen akan diberlakukan secara selektif hanya untuk barang mewah. Keputusan ini diambil menyusul pengumuman Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menaikkan tarif PPN, yang menuai kritik luas dari masyarakat, pengusaha, dan ekonom.
Sri Mulyani kemudian memastikan tarif PPN 12 persen tidak berlaku untuk barang kebutuhan pokok masyarakat. Penjelasan lebih lanjut mengenai PPN 12 persen akan diumumkan pemerintah pada Senin, 16 Desember 2024.
Dari sisi perbankan, kredit masih tumbuh double digit yakni 10,92 persen secara tahunan (year on year/yoy) hingga Oktober 2024. Dian mencatat, saat PPN naik dari 10 persen menjadi 11 persen pada 2022, kredit perbankan masih bisa tumbuh 10,38 persen yoy dengan level Non Performing Loan (NPL) di 2,19 persen.