Jakarta, 21 September 2025 – Generasi Z atau Gen Z, yang lahir antara 1997–2012, kini menjadi kekuatan baru di dunia kerja. Mereka dikenal melek teknologi, kreatif, dan peduli isu sosial. Namun, di balik potensi besar itu, muncul paradoks: banyak yang terdidik secara akademis, tetapi belum siap menghadapi dunia kerja nyata.
Gen Z Terdidik, Tapi Masih Kurang Soft Skill
Survei British Council 2024 mencatat, 41 persen pemimpin bisnis menilai lulusan Gen Z belum siap kerja. Ironisnya, 51 persen Gen Z sendiri merasa pendidikan mereka tidak cukup untuk menghadapi dunia profesional.
Masalah terbesar ada di soft skill: komunikasi, kolaborasi, hingga motivasi kerja.
“Sekitar 70 persen pemimpin bisnis menyebut kemampuan komunikasi lulusan Gen Z masih rendah,” ungkap laporan tersebut.
Pandemi COVID-19 juga ikut berpengaruh. Belajar online dan kerja jarak jauh membuat banyak Gen Z kurang terbiasa dengan interaksi tatap muka, sehingga kemampuan interpersonal mereka tertinggal.
Mengapa Soft Skill Gen Z Lemah?
Pengamat Pendidikan, Doni Koesoema, menilai sistem pendidikan masih terlalu fokus pada nilai akademis. Akibatnya, keterampilan emosional dan interpersonal tidak berkembang maksimal.
Ia juga menyebut faktor pola asuh keluarga ikut berpengaruh. Banyak Gen Z tumbuh di keluarga sejahtera sehingga cenderung lebih dimanjakan.
“Ini berkontribusi pada lahirnya apa yang disebut strawberry generation, tampak menarik di luar tapi rapuh di dalam,” ujar Doni kepada Tribunnews.
Namun, Doni menekankan hal ini tidak bisa digeneralisasi, karena sangat tergantung pola asuh dan pendidikan orang tua.
Solusi: Kolaborasi Pendidikan dan Industri
Melihat masalah ini, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) menghadirkan program CSR bernama “Bangun Cerdas Bersama”. Program ini menyasar siswa dan guru SMK, dengan kombinasi pelatihan teknis (seperti fiber optik) dan pengembangan soft skill.
“Kami tidak hanya mengajarkan aspek teknis, tapi juga komunikasi, kerja tim, dan etos kerja,” jelas Fahmi Alatas, Head of CSR TBIG.
Langkah ini penting karena survei TBIG sebelumnya menemukan, 80 persen SMK swasta di Indonesia kekurangan fasilitas memadai, terutama di bidang teknologi.
CSR Kini Jadi Kewajiban
Dulu CSR sering dianggap sekadar tambahan, tapi kini sudah menjadi kewajiban perusahaan. Menurut Nissa Cita Adinia, dosen Ilmu Komunikasi UI, hal ini diatur dalam berbagai regulasi, mulai dari UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hingga PP No. 47 Tahun 2012.
“CSR adalah tanggung jawab organisasi atas dampak dari aktivitasnya pada masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan beretika,” kata Nissa.
Paradoks Gen Z – terdidik tapi belum siap kerja – menjadi tantangan serius. Dunia pendidikan dan industri perlu lebih erat berkolaborasi agar Gen Z tidak hanya unggul di akademik, tetapi juga kuat dalam soft skill. Dengan begitu, mereka bisa benar-benar siap menjadi tulang punggung masa depan Indonesia.