Direktur Eksekutif Indostrategic Ahmad Khoirul Umam menilai PDI Perjuangan (PDIP) telah memecat mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) secara langsung di depan publik.
Dia menilai pernyataan terbuka PDIP telah menutup peluang kembalinya ayah Wapres Gibran Rakabuming Raka tersebut ke dalam partai berlambang kepala banteng moncong putih itu.
Umam menyoroti pernyataan terbuka yang disampaikan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan Komarudin Watubun belakangan ini.
Hasto menegaskan Jokowi sudah bukan lagi bagian partai, sedangkan Komarudin memintanya mengembalikan kartu tanda anggota (KTA).
Menurut Umam, pernyataan terbuka tersebut menunjukkan tensi tinggi antara Jokowi dan PDIP. Tensi antara Jokowi dan PDIP disebutnya semakin tinggi usai gelaran Pilkada Serentak 2024.
"Itu adalah bentuk pemecatan secara terbuka di hadapan masyarakat, di hadapan publik," kata Umam dalam program "Kompas Petang" Kompas TV, Kamis (5/12/2024).
"Kalau sampai demikian, saya yakin juga akan ada evaluasi cepat dari Pak Jokowi untuk segera hijrah ke kekuatan politik lain."
Belum diketahui langkah Jokowi selanjutnya usai didepak PDIP. Namun, sejumlah partai telah menyatakan secara terbuka siap menerima mantan presiden tersebut.
Sekjen PAN Eko Patrio menyebut pihaknya akan menggelar "karpet biru" jika Jokowi ingin masuk. Sedangkan Sekjen Partai Golkar Sarmuji menyebut pihaknya terbuka jika Jokowi ingin bergabung.
Di lain sisi, Umam menyoroti pernyataan Jokowi usai Hasto mengumumkan mantan gubernur Jakarta itu bukan lagi bagian dari PDIP.
Jokowi menyebut PDIP telah menjadi "partai perorangan", tetapi enggan menjelaskan pernyataannya lebih lanjut.
Dia menyebut komentar Jokowi itu bisa berarti dua hal, yakni eks wali kota Surakarta itu panik sehingga memberi komentar yang tidak mudah dicerna, atau sebagai serangan verbal kepada PDIP.
Umam menilai Jokowi bisa jadi mengkritik PDIP sebagai partai yang berbasis "persona."
"Artinya bahwa seolah kelembagaan partai secara utuh, tetapi sebenarnya itu manifestasi dari individu, dari perorangan, yang kemudian dijalankan oleh, misalnya Bu Mega dan trah Sukarno," katanya.