Matauang.com, Jakarta - Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) mendesak Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengembalikan anggaran pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan ( Komnas Perempuan ) ke alokasi awal sebelum pemotongan anggaran.
Lebih lanjut, Seknas Fitra juga menganjurkan agar pemerintah menekankan pentingnya penandaan anggaran atau penandaan tematik Anggaran Responsif Gender (APG). Penandaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi kegiatan dan anggaran di kementerian/lembaga yang terkait dengan upaya kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
"Seknas Fitra merekomendasikan kepada pemerintah melalui Kementerian Keuangan untuk mengembalikan besaran anggaran KemenPPPA dan Komnas Perempuan pada alokasi awal tahun 2025 atau bahkan menambahnya," kata Peneliti Fitra Siska Barimbing dalam keterangan resmi yang diterima Tempo , Sabtu, 8 Maret 2025. "Termasuk menekankan pentingnya penandaan ARG untuk memastikan tercapainya program responsif gender."
Seperti diketahui, tahun ini terjadi pemangkasan anggaran besar-besaran di seluruh kementerian/lembaga, termasuk KemenPPPA dan Komnas Perempuan. KemenPPPA mengalami pemangkasan hingga 48,86 persen dari alokasi awal Rp 300,6 miliar menjadi Rp 153,7 miliar. Sementara itu, Komnas Perempuan kini hanya menerima anggaran sebesar Rp 28,9 miliar dari alokasi awal Rp 47,7 miliar. "Pemotongan ini mengakibatkan kedua lembaga tersebut tidak dapat menjalankan fungsi sebagaimana diamanatkan," kata Siska.
Seknas Fitra juga mencatat adanya penurunan APBNP di pemerintahan Prabowo. Berdasarkan data Direktorat Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas), proporsi APBNP terhadap total belanja kementerian/lembaga pada 2025 mengalami penurunan yang sangat drastis.
Tahun ini, APBNP ditetapkan hanya sebesar Rp 26,3 triliun atau 2,7 persen dari total APBN 2025. Padahal pada 2021, total APBNP sebesar Rp 55,46 triliun. Kemudian, APBNP meningkat menjadi Rp 63,61 triliun pada 2022 dan bahkan mencapai Rp 70,02 triliun pada 2023. "Hal ini tentu berdampak pada kepastian program yang menyasar perempuan, khususnya bagi perempuan miskin," kata Siska.
Menurut Siska, Hari Perempuan Internasional harus menjadi pengingat bahwa pemberantasan kemiskinan yang dihadapi perempuan dan keadilan gender perlu didukung oleh komitmen anggaran yang konkret, transparan, dan adil.
Siska berpendapat, kebijakan pemangkasan anggaran tersebut menunjukkan Presiden Prabowo Subianto tidak berkomitmen mewujudkan sila keempat Asta Cita, yakni memperkuat kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan serta penyandang disabilitas. "Tanpa komitmen anggaran, janji untuk memperkuat kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan serta penyandang disabilitas hanya sekadar pelengkap," kata Siska.
Siska menyatakan, tanpa anggaran yang berpihak pada perempuan, kesetaraan gender hanya akan menjadi retorika tanpa perubahan nyata. "Perempuan Indonesia berhak menuntut janji ini," katanya.