Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global relatif stagnan seiring dengan penurunan laju inflasi di beberapa negara maju, serta ketidakpastian ekonomi dan perkembangan geopolitik.
Hal ini dipaparkan oleh Ketua DK OJK Mahendra Siregar dalam paparan hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, Selasa (4/3/2025).
"Volatilitas pasar tetap tinggi seiring dengan ketidakpastian kebijakan ekonomi dan geopolitik yang terus berkembang," ujar Mahendra.
Sementara itu, di Amerika Serikat, perekonomian ekonomi tetap solid didukung oleh aktivitas ekonomi dan konsumsi domestik. Inflasi berada di kisaran 3% pada Januari 2025 dan IHK (CPI) meningkat naik 3,3%.
Ini, menurut Mahendra, menunjukkan bahwa tekanan harga di luar energi dan pangan masih cukup tinggi. Lantas, pasar tenaga kerja AS cukup kuat dan kebijakan moneter cenderung netral.
"The Fed diperkirakan hanya akan pangkas 1 hingga maksimal 2 kali tahun 2025 ini," papar Mahendra.
Kemudian, dari sisi geopolitik, upaya penyelesaian konflik Ukraina belum menemukan titik terang sekalipun telah dilakukan berbagai pertemaun tingkat internasional. Bahkan pertemuan terakhir antara Presiden AS dan Presiden Ukraina terlihat jelas tidak mencapai kesepakatan. Selain itu, rencana penerapan tarif baru AS terhadap mitra dagang utamanya semakin pasti akan diterapkan dan hal itu tentu akan meningkatkan ketidakpastian di perekonomian, utamanya perdagangan global.
Lebih lanjut, Mahendra mengungkapkan perekonomian China cenderung stagnan dengan tingkat inflasi rendah di level 0,5% dan indeks harga produsen mengalami kontraksi. Sementara itu, PMI Manufaktur masih berada di zona ekspansi, meski turun ke level 50,1 pada Januari 2025.
"Sementara itu, bank sentral Tiongkok pertahankan suku bunga acuan menunjukkan pendekatan hati-hati dalam pelonggaran kebijakan moneter Tiongkok memperketat regulasi ekspor yang dapat berdampak pada perkembangan industri global," papar Mahendra.