Jakarta, Matauang.com – Rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah data aktivitas manufaktur Indonesia menunjukkan kontraksi yang berlangsung selama lima bulan berturut-turut.
Menurut data dari Refinitiv, rupiah dibuka pada posisi Rp15.900/US$ pada hari ini, Selasa (3/12/2024), dengan pelemahan sebesar 0,03%. Namun, tak lama setelah perdagangan dimulai, rupiah semakin tertekan dan turun 0,22% ke posisi Rp15.930/US$.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) tercatat sedikit menguat sebesar 0,01% pada pukul 08:53 WIB, berada di angka 106,46, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan posisi kemarin di 106,45.
Sentimen Negatif dari Data Manufaktur
Sentimen negatif terhadap rupiah berasal dari domestik, menyusul dirilisnya data aktivitas manufaktur Indonesia yang kembali mengalami kontraksi.
Laporan dari S&P Global yang dirilis pada Senin (2/12/2024) menunjukkan bahwa indeks Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia turun menjadi 49,6 pada November 2024. Meskipun sedikit membaik dibandingkan Oktober 2024 yang tercatat di angka 49,2, angka tersebut tetap menunjukkan kontraksi.
Manufaktur Indonesia Tertekan Lima Bulan Berturut-turut
PMI manufaktur Indonesia telah terkontraksi selama lima bulan berturut-turut, yakni pada bulan Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2), Oktober (49,2), dan November 2024 (49,6). Hal ini memperlihatkan bahwa kondisi sektor manufaktur Indonesia saat ini masih sangat tertekan.
Dampak Terhadap Tenaga Kerja dan Ekonomi
Kontraksi yang terus berlanjut di sektor manufaktur menjadi sinyal peringatan bagi pasar tenaga kerja Indonesia. Penurunan aktivitas manufaktur bisa berdampak pada serapan tenaga kerja, yang pada gilirannya berisiko meningkatkan tingkat pengangguran.
Kenaikan angka pengangguran dapat menurunkan daya beli masyarakat Indonesia, yang pada akhirnya akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Seperti diketahui, belanja rumah tangga merupakan kontributor utama terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia, dengan kontribusi lebih dari 50%. Kondisi ini berpotensi menambah tantangan bagi perekonomian Indonesia dalam menghadapi tahun 2025.