Nilai tukar rupiah kembali menguat dihadapkan dengan dolar Amerika Serikat (AS) di tengah respon pasar terhadap rilis data penting AS serta pidato bank sentral AS (The Fed) terkait arah kebijakan suku bunga.
Melansir Refinitiv, mata uang RI ditutup di angka Rp15.120/US$ pada perdagangan hari ini, Jumat (27/9/2024), menguat 0,26% dari penutupan sebelumnya (26/9/2024).
Selama sepekan, nilai tukar rupiah berhasil menguat 0,17% dari posisi Rp15.195/US$ dan bahkan pada pekan ini tepatnya 25 September 2024, rupiah sempat menguat ke posisi Rp15.095/US$ dan merupakan posisi terkuat sejak 31 Juli 2023.
Bersamaan dengan penguatan rupiah, indeks dolar AS (DXY) justru juga menguat ke titik 100,714 dengan kenaikan sebesar 0,19%.
Lebih lanjut, penguatan nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini bersamaan dengan rilis data produk domestik bruto (PDB) AS kuartal dua 2024 yang tetap secara tahunan serta penantian rilis data inflasi PCE AS periode Agustus 2024 malam hari ini.
Data terbaru menunjukkan bahwa ekonomi AS tumbuh lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Pada 2023, PDB AS direvisi naik menjadi 2,9% dari perkiraan awal 2,5%, sementara pertumbuhan pada 2022 juga direvisi naik menjadi 2,5%.
Penguatan ini mencerminkan keyakinan pasar terhadap stabilitas ekonomi global, di mana belanja konsumen dan investasi bisnis di AS terus menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Selain itu, pasar keuangan juga menantikan rilis data inflasi PCE AS untuk Agustus 2024. Konsensus memperkirakan inflasi PCE akan menurun menjadi 2,4% secara tahunan, mendekati target inflasi The Fed sebesar 2%.
Jika tren penurunan inflasi ini terus berlanjut, potensi kebijakan moneter yang lebih longgar dari The Fed dapat memperkuat arus modal ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, yang mendukung penguatan rupiah.
Di sisi lain, para pejabat The Fed juga memberikan pandangan yang beragam terkait kebijakan suku bunga.
Beberapa mengisyaratkan kekhawatiran terhadap kondisi pasar tenaga kerja, sementara Gubernur The Fed, Michelle Bowman, menyarankan sikap yang lebih hati-hati dalam pemotongan suku bunga.
Namun, prospek penurunan suku bunga lebih lanjut pada pertemuan Fed mendatang, dengan kemungkinan penurunan sebesar 50 hingga 75 basis poin.