Matauang.com - Rupiah menjadi mata uang paling berani di Asia, buktinya penguatan Mata Uang garuda tersebut terhadap dolar Amerika Serikat jadi yang terbesar di antara mata uang utama Asia lainnya.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,03% di angka Rp15.685/US$ pada perdagangan kemarin, Jumat (16/8/2024). Di tengah perdagangan, rupiah sempat melemah bahkan hingga ke level Rp15.748/US$.
Sedangkan secara mingguan, rupiah mengalami apresiasi sebesar 1,48%. Hal ini semakin memperpanjang tren penguatan rupiah selama tiga pekan beruntun.
Jika dibandingkan dengan mata uang utama lainnya di Asia, rupiah adalah yang paling berani melawan dolar AS.
Salam sepekan, yen Jepang takluk 0,66% melawan dolar AS ke 147,58/US$. Sementara mata uang lainnya menguat namun tidak sebesar rupiah.
Rupiah berfluktuasi di tengah momen Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pidato Kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Kemerdekaan RI di Gedung Nusantara MPR RI/DPR RI/DPD RI, Senayan, Jakarta, hari ini.
Presiden Jokowi juga menyampaikan Asumsi dasar makro untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 yang dinilai cukup konservatif.
Dari sisi nilai tukar rupiah sendiri, Jokowi menyampaikan bahwa asumsi dasar makronya yakni sebesar Rp16.100/US$. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan kondisi rupiah pada penutupan perdagangan hari ini.
Sebagai catatan, RAPBN 2025 akan dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selama 30 hari kerja dan disahkan di Sidang Paripurna. Namun, karena ini RAPBN awal Prabowo maka membuka kemungkinan diubah melalui RAPBN-Perubahan di awal tahun.
Apresiasi rupiah pada pekan kemarin juga didorong oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga bank sentral AS (The Fed) ini memberikan angin segar bagi rupiah.
Berdasarkan perangkat Fedwatch, suku bunga The fed berpeluang dipangkas sebanyak 25 basis poin pada pertemuan September. Kemudian kembali dipangkas lagi pada November dan Desember masing-masing 25 basis poin.
Harapan ini menguat kala data inflasi Amerika Serikat yang semakin mendingin, bahkan saat ini sudah berada di bawah 3%.
Dalam 12 bulan hingga Juli, harga konsumen AS meningkat atau terjadi inflasi 2,9%, pertama di bawah 3% dan kenaikan terkecil sejak Maret 2021. Harga konsumen naik 3,0% secara tahunan pada bulan Juni.
"Laporan ini menunjukkan kemajuan berkelanjutan menuju sasaran inflasi Fed," kata Scott Anderson, kepala ekonom di BMO Capital Markets. "Tidak ada yang dapat menghalangi Fed untuk memangkas suku bunga pada bulan September, tetapi harapan pasar untuk pemangkasan yang lebih besar tampaknya masih jauh dari kenyataan."