Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi dagang dengan
mata uang lokal (Local Currency Settlement/ LCS) meningkat tajam hampir 50 persen. Begitu juga dengan pelaku yang menggunakannya terus bertambah.
Hal ini menandakan semakin banyak yang meninggalkan dolar Amerika Serikat (AS) dalam transaksi bilateral dan beralih ke mata uang lokal masing-masing.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan pada periode Januari-Agustus 2024 transaksi LCS mencapai US$6,4 miliar dibandingkan periode yang sama 2023, hanya US$4,3 miliar.
"Jumlah year to date Januari-Agustus sudah US$6,4 miliar dibandingkan Januari-Agustus tahun lalu US$4,3 miliar. Ini peningkatan," ujar Destry dalam konferensi pers, Rabu (18/9).
Sementara, pada Agustus ini saja, transaksi LCS meningkat 58 persen atau menjadi US$904 juta. Begitu juga dengan jumlah pelakunya yang meningkat dari 2.000 an menjadi 5.000an.
"Yang menarik pelakunya, pelakunya bulan lalu 5 ribuan sekarang 5.465 pelaku. Makin banyak yang kenal LCS, bulan lalu hanya 2000'n," kata Destry.
Berdasarkan website BI, Local Currency Settlement (LCS) adalah penyelesaian transaksi bilateral antara dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing negara di mana setelmen transaksinya dilakukan di dalam yurisdiksi wilayah negara masing-masing.
Sebagai contoh, penyelesaian transaksi perdagangan Indonesia dan Jepang dapat dilakukan dalam mata uang rupiah, namun setelmen transaksi rupiah tersebut tetap dilakukan di Indonesia.
Sebaliknya, jika transaksi perdagangan Indonesia dan Jepang dilakukan dalam mata uang Yen, maka setelmen transaksi tersebut dilakukan di Jepang.
Sejauh ini Indonesia sudah bekerja sama melakukan transaksi menggunakan LCS dengan Malaysia, Thailand, Jepang dan China. Adapun penerapan yang masih dalam tahap pembahasan dengan Singapura dan Korea Selatan.