Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pesisir Barat Nomor Urut 2 Septi Heri Agusnaeni dan Ade Abdul Rochim (Septi-Ade) menyebutkan bahwa besarnya perolehan suara Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 Kabupaten Pesisir Barat Dedi Irawan dan Irawan Topani (Dedi-Irawan) disebabkan oleh masifnya penggunaan politik uang. Hal itu disampaikan saat Sidang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 38/PHPU.BUP-XXIII/2025 tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati (PHPU Bupati) Kabupaten Pesisir Barat. Sidang ini dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra dan didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani pada Senin (13/01/2025) di Ruang Sidang Gedung II MK, Jakarta.
Pemohon mendalilkan bahwa Dedi-Irawan telah melakukan politik uang di 10 Desa dan 1 Kecamatan selama kontestasi Pilbup Kabupaten Pesisir Barat berlangsung. Masifnya penggunaan politik uang dalam kontestasi Pilbup tersebut menurut Pemohon berpengaruh terhadap perolehan suara pemohon. Artinya, kekalahan suara Pemohon berdasarkan hasil perolehan suara yang dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pesisir Barat disebabkan oleh masifnya politik uang yang dilakukan oleh Dedi-Irawan.
Pemohon menuturkan bahwa dirinya telah melaporkan masifnya penggunaan politik uang tersebut secara lisan kepada Pengawas TPS, namun Pengawas TPS di 10 Desa dan 1 Kecamatan tersebut tidak menindaklanjuti laporan tersebut. Pemohon menilai bahwa Dedi-Irawan telah mencederai Pilbup di Kabupaten Pesisir Barat dan karenanya Pemohon meminta kepada Mahkamah untuk mendiskualifikasi Dedi-Irawan.
“Peristiwa money politic tersebut mencederai pemilihan kepala daerah di kabupaten Pesisir Barat Provinsi lampung sehingga sangat layak paslon 01 didiskualifikasi,” ucap Ridwan Syaidi Tarigan saat dalam persidangan.
Bersamaan dengan itu, Pemohon juga meminta kepada Mahkamah agar menetapkan Pemohon sebagai peroleh suara terbanyak dalam kontestasi Pilbup Kabupaten Pesisir 2024.