Jakarta, Indonesia – Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri membagikan nomor khusus untuk menerima aduan terkait praktik penyelewengan bahan bakar minyak (BBM). Langkah ini diambil setelah sejumlah pejabat Pertamina tersandung kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang.
Simon mengajak masyarakat untuk aktif melaporkan dugaan kecurangan di SPBU Pertamina. Ia menegaskan bahwa laporan masyarakat akan menjadi bagian dari upaya perbaikan perusahaan.
“Selain kami memiliki call center di 135, saya juga memberikan nomor khusus saya, yaitu 0814-1708-1945,” ujar Simon dalam konferensi pers di Jakarta yang disiarkan melalui kanal YouTube Pertamina, Senin (3/3).
Ia menjelaskan bahwa untuk saat ini, laporan dapat dikirimkan melalui SMS. Namun, pihaknya sedang menyiapkan agar nomor tersebut dapat digunakan melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp.
Pertamina Berbenah Pasca Kasus Korupsi
Simon menegaskan bahwa Pertamina berkomitmen untuk melakukan pembenahan internal. Masukan dari masyarakat akan dijadikan bahan evaluasi guna meningkatkan tata kelola perusahaan.
“Apabila masyarakat menemukan kejanggalan atau situasi yang tidak sesuai, baik dalam kualitas BBM maupun praktik di lapangan, silakan langsung menghubungi nomor tersebut agar dapat segera kami tindak lanjuti,” jelasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan enam pejabat Pertamina sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang. Salah satu tersangka adalah Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan. Mereka saat ini telah ditahan oleh Kejagung.
Dugaan Permainan Kotor dalam Impor BBM
Kejagung mengungkap adanya dugaan kecurangan dalam proses impor BBM pada periode 2018-2023. Sejumlah pejabat Pertamina diduga melakukan pengondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) untuk menurunkan produksi kilang domestik, sehingga minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya. Akibatnya, kebutuhan BBM harus dipenuhi dengan impor.
Selain itu, terdapat indikasi pemufakatan jahat dalam pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang. Pemenang tender disebut telah dikondisikan sebelumnya, meskipun secara administratif dibuat seolah-olah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Riva Siahaan diduga terlibat dalam manipulasi spesifikasi minyak impor. Ia disinyalir membeli BBM dengan spesifikasi RON 90 (Pertalite) tetapi dengan harga RON 92 (Pertamax), yang berpotensi merugikan negara.