Matauang.com - Eksportir melihat pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat hingga Rp 16.300/US$ memberikan keuntungan. Salah satunya pengusaha furnitur mengaku membuat omzetnya bakal melonjak.
"Kalau meminta pandangan sebagai HIMKI, kami happy karena 96% anggota HIMKI kan dari 2.500 member itu eksportir semua, yang melihat kalau Dollar turun sedih, tapi kalau naik gembira," kata Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur, kepada CNBC Indonesia, Kamis (19/12/2024).
"Tapi bicara konteks secara umum (pelemahan Rupiah merupakan sesuatu yang gawat bagi Indonesia," sambungnya.
Ia melihat hal ini dari dua sisi. Bagi eksportir mebel dan furnitur penguatan nilai tukar Dollar membuat pendapatan perusahaan naik.Meski kondisi terkini industri ini mengalami secara volume pada penjualan ekspor sebesar 26%.
"Nah ini ekuilibriumnya, (penjualan turun) ketemu dengan value Dollar naik sekarang moga-moga optimis mempertahankan pertumbuhan secara value," katanya.
Di sisi lain pengusaha juga masih akan merasakan peningkatan ongkos produksi. Menurut Abdul Sobur ada beberapa komponen produksi yang berasal dari impor yang juga bakal naik harganya.
"Tidak semua (bahan) produksi bersumber dari dalam negeri ya memang mayoritas 85% berbasis kayu jati, mahoni, kayu mindi, rotan, dan bambu. Tapi beberapa komponen seperti engsel, bahan finishing serta upholstery atau fabric kena," katanya. Meski komponen finishing impor ini hanya berkontribusi sebesar 15% dari biaya produksi.
Namun menurut Sobur, Himki berharap pemerintah terus menjaga stabilitas makro ekonomi dan memberikan insentif bagi sektor manufaktur padat karya. Serta mempercepat deregulasi ekspor agar daya saing industri semakin meningkat.
"Pelemahan Rupiah ini memang memberi keuntungan jangka pendek biasanya bagi eksportir, namun stabilitas nilai tukar yang lebih baik tetap menjadi harapan semua pelaku usaha agar ada kepastian dalam menyusun rencana bisnis jangka panjang," katanya.