Matauang.com, Jakarta - Kebijakan tarif tinggi Amerika Serikat terhadap Cina kembali menimbulkan kekhawatiran terhadap stabilitas perdagangan global. Sebagai mitra dagang utama Indonesia, perlambatan ekonomi Cina dapat berdampak serius terhadap ekspor Indonesia, terutama di sektor-sektor strategis yang sangat bergantung pada pasar Cina.
Juli Budi Winantya, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter di Bank Indonesia, menyatakan bahwa meningkatnya ketidakpastian akibat kebijakan proteksionis AS dapat menghambat pertumbuhan ekonomi Tiongkok.
"Risikonya bisa dari ekspor kita yang melambat karena pertumbuhan ekonomi China yang melambat. Risiko kedua, produk China yang tidak bisa lagi dijual ke Amerika Serikat bisa membanjiri pasar Indonesia," ujarnya saat berdiskusi tentang Perkembangan Ekonomi Terkini dan Respon Kebijakan Moneter di Gedung Bank Indonesia, Aceh, Jumat, 7 Februari 2025.
Sejak perang dagang AS -Tiongkok meningkat selama masa jabatan pertama pemerintahan Donald Trump, tekanan terhadap ekonomi Tiongkok semakin meningkat. Dengan ancaman tarif yang lebih tinggi, Juli mencatat bahwa potensi perlambatan sekali lagi menjadi perhatian, mengingat pentingnya Tiongkok sebagai mitra dagang bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Permintaan yang lebih lemah dari Tiongkok dapat secara langsung memengaruhi kinerja ekspor Indonesia, terutama untuk komoditas utama seperti batu bara, minyak sawit, dan barang-barang manufaktur.
Namun, tantangan ini juga menghadirkan peluang bagi Indonesia. Juli menyarankan agar Indonesia dapat merebut pangsa pasar ekspor yang hilang dari China di negara-negara tujuan utama, termasuk AS dan Eropa.
"Kami juga melihat penilaian terkait kemiripan produk. Banyak produk dari Amerika Serikat dan Vietnam yang memiliki kemiripan dengan produk kami, sehingga bisa menjadi peluang ekspor baru," jelasnya.
Lebih jauh lagi, relokasi investasi dari Tiongkok ke negara lain menawarkan potensi bagi Indonesia untuk menarik modal asing. Sementara Vietnam merupakan penerima manfaat utama dari relokasi manufaktur selama perang dagang 2017-2018, Vietnam kini juga menghadapi risiko tarif. Hal ini menempatkan Indonesia pada posisi strategis untuk menarik investasi langsung.
Namun, Juli menegaskan bahwa kesiapan infrastruktur, regulasi investasi, dan insentif fiskal akan menjadi hal krusial bagi Indonesia untuk memanfaatkan peluang tersebut. Di tengah dinamika global yang semakin kompleks, ia menekankan perlunya sinergi antara pemerintah dan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik sekaligus memastikan ekspor tetap kompetitif di pasar internasional.