BACA BERITA

Telkom Ungkap Detail Kasus Penipuan Senilai Rp431 Miliar yang Masih Dalam Penyelidikan

Author: matauang Category: Keuangan
Matauang.com, Jakarta - PT Telkom Indonesia Tbk (IDX: TLKM) menyikapi kasus dugaan pembiayaan fiktif periode 2016-2018 yang saat ini tengah disidangkan di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp431 miliar.

Vice President Investor Relations Telkom Octavius Oky Prakarsa mengatakan, kasus tersebut bermula dari hasil audit internal yang dilakukan perusahaan, yang kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. "Kasus tersebut merupakan hasil audit internal Telkom, yang kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk ditindaklanjuti," ungkapnya dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia, Selasa, 20 Mei.

Octavius menegaskan, Telkom menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan mendukung kejaksaan dalam mengungkap tuntas kasus tersebut. "Telkom juga mengapresiasi Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang tanggap dalam menindaklanjuti temuan audit internal," katanya.

Hingga saat ini, Octavius menegaskan bahwa kasus tersebut belum memiliki dampak material apa pun terhadap perusahaan.

Dalam pemberitaan sebelumnya, PT Telkom Indonesia disebut-sebut tengah memberhentikan tiga pejabatnya, termasuk personel dari anak perusahaannya, yang ditetapkan sebagai tersangka dalam skema pembiayaan fiktif tersebut. "Mereka masih menjabat saat kasus ini mencuat. Proses pemberhentian saat ini sedang berlangsung," kata Juniver Girsang, kuasa hukum Telkom Indonesia, dalam jumpa pers di Senyata Senopati, Jumat, 16 Mei.

Ketiga pejabat tersebut adalah August Hoth PM yang menjabat sebagai General Manager Enterprise Segment Financial Management Service Telkom periode 2017-2020; Herman Maulana, Account Manager Tourism Hospitality Service periode 2015-2017; dan Alam Hono, Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara periode 2016-2018.

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Menurut Juniver, masalah ini pertama kali terungkap oleh auditor internal Telkom pada tahun 2019. "Audit internal mengumpulkan data untuk mengidentifikasi potensi pelanggaran hukum," jelasnya.

Modus Operandi: Proyek Pengadaan Palsu

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Syahron Hasibuan, membeberkan strategi tersangka, yakni merekayasa proyek pengadaan barang dengan menggandeng sembilan perusahaan swasta. Telkom disinyalir sebagai pemasok barang.

Operasionalnya melibatkan penunjukan empat anak perusahaan Telkom, yaitu PT Infomedia, PT Telkominfra, PT Pins, dan PT Graha Sarana Duta, untuk melaksanakan pengadaan. Perusahaan-perusahaan ini kemudian memilih mitra untuk bertindak sebagai pemasok bagi sembilan perusahaan swasta tersebut.

Penyidik ​​menemukan bahwa beberapa mitra yang menerima dana dari proyek-proyek bodong tersebut dimiliki oleh tersangka Herman dan Alam. Istri Herman juga tercatat sebagai pemegang saham. Perusahaan-perusahaan mitra tersebut ditemukan memiliki afiliasi dengan sembilan entitas swasta yang menerima dana proyek.

Padahal, pengadaan itu tidak pernah terlaksana. Meski demikian, aliran uang tetap mengalir ke perusahaan mitra dan sembilan perusahaan yang tersangkut. Secara kontrak, sembilan perusahaan itu seharusnya membayar kepada Telkom setelah menerima barang yang dibeli. "Namun, tidak pernah ada uang yang masuk ke rekening Telkom," kata Syahron, Rabu, 14 Mei.

Menurut catatan rinci yang dirilis Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, nilai proyek fiktif tersebut berkisar antara Rp13,2 miliar hingga Rp114 miliar.