Militer dan kepolisian Thailand telah diberikan hak untuk mencegat dan menghancurkan pesawat tanpa awak (UAV/drone) tanpa peringatan sehubungan dengan diberlakukannya larangan penggunaan drone.
Stasiun penyiaran Thai PBS pada Sabtu, dengan mengutip pernyataan dari pihak militer, melaporkan bahwa larangan penggunaan ˆ secara nasional mulai berlaku pada 29 Juli.
Kebijakan baru tersebut mengizinkan militer untuk mencegat dan menghancurkan drone yang diberlakukan dua distrik militer, termasuk wilayah perbatasan antara Thailand dan Kamboja.
Di wilayah lain, keputusan untuk menghancurkan drone akan ditentukan oleh pimpinan militer atau kepolisian jika mereka menganggap itu diperlukan.
Warga Thailand diimbau untuk tetap waspada karena mata-mata asing menggunakan drone untuk mengawasi dan mengirimkan data rahasia, kata penyiar Thai PBS, seraya menambahkan bahwa warga sipil diminta untuk melaporkan setiap kasus mencurigakan terkait penggunaan drone.
Di Thailand, spionase atau tindakan mata-mata, terutama saat pemberlakuan darurat militer, merupakan tindak pidana yang dapat dihukum dengan penjara seumur hidup atau hukuman mati, tambah stasiun penyiaran tersebut.
Ketegangan di perbatasan Thailand dan Kamboja meningkat menjadi konfrontasi bersenjata pada 24 Juli. Setelah bentrokan di wilayah perbatasan, kedua belah pihak terlibat dalam baku tembak artileri.
Kamboja menggunakan sistem peluncur roket ganda Grad, termasuk terhadap sasaran sipil di wilayah Thailand, sementara Thailand melancarkan serangan udara terhadap posisi militer Kamboja. Kedua belah pihak melaporkan adanya korban, termasuk warga sipil.