Ketegangan geopolitik di Timur Tengah antara Iran vs Israel terus menjadi mengkhawatirkan.
Kemampuan perang terbuka terus menjadi nyata sehabis Amerika Serikat( AS) turut bergabung dengan Israel melanda 3 web nuklir utama Iran.
Yang sangat dikhawatirkan merupakan wacana penutupan Selat Hormuz oleh Iran, yang telah tentu hendak membagikan ancaman terhadap stabilitas tenaga serta ekonomi global.
Untuk Indonesia, selaku negeri pengimpor minyak, eskalasi ini bisa bawa akibat ekonomi yang sangat sungguh- sungguh.
Lalu, apa saja akibat eskalasi konflik antara Iran vs Israel serta AS?
Akibat konflik Iran vs AS untuk perekonomian Indonesia
Ekonom Universitas Gadjah Mada( UGM), Eddy Junarsin menyebut konflik antara Iran vs Israel serta AS berpotensi besar mengguncang stabilitas ekonomi global.
Suasana ini menuntut kewaspadaan ekstra dari pemerintah serta pelakon pasar buat mengestimasi bermacam skenario terburuk yang bisa mengusik ketahanan tenaga serta stabilitas ekonomi Indonesia.
Berikut ini akibat perang Iran vs AS terhadap perekonomian Indonesia:
1. Kemampuan peningkatan emas serta investasi jangka panjang
Salah satu akibat langsungnya merupakan meningkatnya fluktuasi di pasar duit serta pasar modal.
" Ketidakpastian geopolitik membuat investor kehabisan arah, merangsang aksi jual besar- besaran serta menggeser pasar terus menjadi jauh dari ekuilibrium( titik keseimbangannya)," jelas Eddy, Senin( 23/ 6/ 2025).
Suasana ini hendak membuat investor ragu menanamkan uangnya buat jangka panjang.
" Sehingga emas serta instrumen investasi jangka pendek hendak naik biayanya," jelasnya.
2. Harga minyak naik
Tidak hanya itu, Eddy pula menyoroti kalau konflik ini mengaitkan negara- negara penghasil minyak utama di kawasan. Sehingga, kekhawatiran terhadap terganggunya pasokan tenaga juga bertambah.
Dampaknya, harga minyak mentah diprediksi hendak melonjak tajam.
Suasana ini hendak menaikkan tekanan inflasi global serta memperparah keadaan perekonomian di banyak negeri tercantum Indonesia.
" Pengaruhnya ke Indonesia serta seluruh negeri lain merupakan peningkatan harga minyak," tandasnya.
Apakah harga minyak naik bila Selat Hormuz ditutup?
Eddy pula menarangkan, skenario terburuk bila Iran betul- betul melaksanakan aksi retaliasi terhadap serbuan hawa AS pada Pekan( 22/ 6/ 2025) dengan menutup Selat Hormuz, hingga dapat ditentukan harga minyak dunia hendak naik secara signifikan.
Apalagi, dia pula tidak menampik bila mungkin terburuk harga minyak mendekati ataupun apalagi lebih dari 100 dollar AS per barel( dekat Rp 1, 6 juta).
" Sangat bisa jadi bila memanglah perang berkelanjutan serta selat tersebut ditutup secara permanen," tandasnya.
Tetapi, bagi Eddy, perihal itu lumayan susah dicoba sebab berisiko pula buat Iran sendiri, menimbulkan perekonomian terhambat.
" Masih terdapat mungkin negosiasi serta gencatan senjata. Bila Selat Hormuz ditutup Iran,
negara- negara Teluk pula hendak rugi, jadi belum pasti itu dapat dicoba," kata Eddy.
Bila Selat Hormuz ditutup, akibatnya untuk Indonesia serta negara- negara lain sangat signifikan, sebab lonjakan harga minyak berisiko mendesak inflasi sekalian memencet laju perkembangan ekonomi.
Dengan kata lain, perang hendak bawa banyak kerugian untuk perekonomian global.
Penutupan Selat Hormuz dapat picu hiperinflasi global
Senada, ekonom Universitas Diponegoro( Undip) Semarang, Wahyu Widodo menarangkan, bila rusak perang regional berskala penuh diiringi dengan penutupan Selat Hormuz, hingga akibatnya terhadap dunia hendak sangat besar serta berantai.
Penutupan selat yang jadi jalan vital pengiriman tenaga global ini hendak langsung merangsang lonjakan harga minyak secara ekstrem.
" Peningkatan harga tenaga tersebut hendak berakibat luas, mendesak terbentuknya hiperinflasi di banyak negeri sebab bayaran penciptaan, transportasi, serta logistik melonjak ekstrem," katanya, Senin( 23/ 6/ 2025).
Pada dikala yang sama, kendala rantai pasok yang parah hendak membuat distribusi benda tersendat, memperburuk krisis ekonomi.
Tidak hanya itu, perdagangan internasional hendak lumpuh akibat blokade laut serta ancaman terhadap kapal- kapal pengangkut benda.
Bila suasana terus memburuk, bukan cuma resesi global yang mengintai, namun pula kemampuan tekanan mental ekonomi dunia.
" Keadaan ini hendak menimbulkan stagnasi ekonomi yang berkelanjutan, diiringi gejolak hebat di pasar keuangan akibat tingginya ketidakpastian serta volatilitas," tandasnya.