Matauang.com, Jakarta - Penerapan tarif pajak pertambahan nilai ( PPN ) sebesar 12% tahun depan diperkirakan akan menyebabkan kenaikan harga sejumlah barang konsumsi. Solihin, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), mengantisipasi adanya pergeseran pola belanja konsumen akibat perubahan ini.
Meski kebutuhan pokok dikecualikan dari PPN menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, harga barang lain seperti barang elektronik dan fesyen akan naik. Kenaikan harga ini dapat mendorong konsumen untuk mengevaluasi kembali loyalitas merek dan menyesuaikan perilaku pembeliannya.
Solihin menilai konsumen Indonesia loyal terhadap suatu merek, tetapi mereka juga sensitif terhadap harga. “Karena kenaikan harga yang signifikan, mereka mungkin akan mencari merek alternatif atau menyesuaikan kebiasaan konsumsi mereka,” katanya kepada Tempo, Senin, 18 November 2024.
Aprindo, kata Solihin, saat ini tengah mengkaji potensi dampak kenaikan tarif PPN dan merumuskan strategi untuk memitigasi dampak terhadap daya beli. Asosiasi berencana untuk menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah setelah melihat dampak nyata dari tarif PPN baru tersebut.
Menurut situs web Kementerian Keuangan, UU PPN menggunakan pendekatan "daftar negatif", yang berarti semua barang dikenakan PPN kecuali yang dikecualikan secara khusus. Barang kena pajak meliputi barang elektronik, sandang, tanah dan bangunan, perabot, makanan olahan, dan kendaraan bermotor.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71/PMK.03/2022 mengatur bahwa jasa seperti pengiriman paket, jasa perjalanan, jasa perjalanan ibadah, penyediaan voucer, dan tiket pesawat dalam negeri dikenakan PPN.
Pengecualian dari PPN berlaku untuk kebutuhan dasar, makanan yang disajikan di restoran, uang dan emas batangan, minyak mentah, mineral mentah, layanan kesehatan, layanan sosial, keuangan, asuransi, pendidikan agama, seni, tenaga kerja, perhotelan, transfer uang, dan layanan katering.