MATAUANG.COM - Nilai tukar rupiah ambruk pada perdagangan hari ini, Kamis (22/8/2024) setelah diguncang panasnya suhu politik Indonesia. Kondisi rupiah berbanding terbalik dengan tren dua bulan terakhir.
Sejumlah analis menilai ambruknya nilai tukar rupiah pada hari ini akibat situasi politik dalam negeri yang memanas.
Putusan MA mengatur syarat usia calon kepala daerah ditentukan pada saat pelantikan calon terpilih. Sementara putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang syarat usia calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon di pemilihan kepala daerah atau Pilkada.
Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 pada 4 Juni 2024 lalu memerintahkan Komisi Pemilihan Umum atau KPU agar mengubah Peraturan KPU atau PKPU. MA menyebutkan batas usia 30 tahun untuk calon gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati atau wali kota diubah menjadi berlaku saat pelantikan kepala daerah terpilih.
Putusan DPR lain yang menuai kontra adalah putusan DPR yang menolak putusan MK mengenai batas partai yang mengikuti pilkada. Sebelumnya, MK mengijinkan partai yang tidak memenuhi syarat 20% kursi DPRD untuk mengajukan kepala daerah.
Namun, Badan legislatif (Baleg) DPR tidak memasukkan putusan MK tersebut dalam RUU Pilkada. Konsekuensinya, partai maupun koalisi partai yang memiliki kursi di DPRD harus memiliki setidaknya 20% kursi di dewan legislatif daerah atau 25% akumulasi suara di daerah tersebut baru dapat mengajukan calon kepala daerah.
Perbedaan pandangan inilah yang menurut Mikail bisa berdampak luas terhadap pilkada yang akan digelar 27 November.
"Iya politik orang takut, ketidakpastian politik tinggi. Karena kalo DPR berbeda dengan keputusan MK ada kemungkinan pilkada ulang," ujarnya.
"Jika ada judicial review ke MK. Kemungkinan MK bisa menganulir hasil pilkada karena berbeda dengan keputusan MK. Jadi menimbulkan ketidakpastian politik," terang Mikail.
Berkaca dari situasi politik yang pernah terjadi sebelumnya, nilai tukar rupiah pada saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil real count presiden dan wakil presiden pada 20 Mei 2024 cenderung stagnan 0% di angka Rp15.710/US$.
Rupiah menguat tipis 0,003% pada 17 Oktober 2023 saat MK memutuskan soal batas usia calon wakil presiden (cawapres) yang menjadi jalan Gibran Rakabuming Raka maju dalam pilpres 2024. Rupiah melemah 0,16% pada 15 Februari 2024 atau setelah pilpres 2024 digelar dan hasil quick count sudah menunjukkan Prabowo Subianto memenangi pilpres.
Menanggapi situasi saat ini, Ekonom Senior Bank Central Asia (BCA), Barra Kukuh Mamia cenderung melihat bahwa pelemahan rupiah ini terjadi karena penguatan sebelumnya begitu cepat jika dibandingkan emerging market lainnya dan rupiah saat ini overvalue. Nilai tukar rupiah menguat tajam sejak akhir Juni 2024. Rupiah menguat dalam 6 pekan dari delapan pekan terakhir.
Rupiah Sempat Menguat Tajam
Rupiah sempat menguat tajam sebelum melemah pada dua hari terakhir. Faktor terbesarnya adalah 'bantuan' dari Amerika Serikat (AS) berupa melemahnya data-data ekonomi AS yang semakin menopang pelonggaran suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).
Setidaknya terdapat lima alasan mengapa rupiah terpantau sangat perkasa hanya dalam kurun waktu tiga pekan, mampu mendekati level akhir tahun lalu yakni Rp15.395/US$.
1. Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga The Fed
Bank sentral AS (The Fed) diperkirakan akan memangkas suku bunganya pada pertemuan September mendatang. Hal ini tercermin dari survei CME FedWatch Tool yang menunjukkan 100% pelaku pasar berekspektasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunganya di bulan depan.
Saat ini yang menjadi perhatian pelaku pasar yaitu soal seberapa besar The Fed akan membabat suku bunganya di bulan depan.
Sekitar 65% pelaku pasar meyakini The Fed cenderung memangkas suku bunganya sebesar 25 basis poin (bps), sedangkan 35% sisanya justru meyakini The Fed memangkas suku bunganya lebih dalam yakni 50 bps.
2. DXY Turun Tajam
Indeks dolar AS (DXY) terpantau ambles cukup dalam dari 104,09 pada akhir Juli 2024 menjadi 101,04 pada 21 Agustus 2024 atau turun 2,58% dalam tiga pekan terakhir.
Tersungkurnya DXY ini memberikan angin segar bagi rupiah mengingat ketika DXY anjlok, maka tekanan terhadap rupiah menjadi semakin minim.
Turunnya DXY ini juga tak lepas dari ekspektasi pemangkasan suku bunga AS, mengingat secara umum, ketika suku bunga suatu negara menurun, maka mata uangnya pun cenderung mengalami pelemahan.