BACA BERITA

Fisipol UGM dorong tata kelola media sosial transparan dan kolaboratif

Author: matauang Category: Politik
Jakarta - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) mendorong tata kelola platform media sosial yang lebih transparan dan melibatkan banyak pihak guna meningkatkan kepercayaan publik dan mendukung ekosistem digital yang sehat.

Peneliti Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM Bangkit Adhi Wiguna mengatakan riset terbaru lembaganya menunjukkan publik menaruh perhatian besar pada transparansi dan akuntabilitas platform digital maupun kebijakan pemerintah.

“Sentimen publik terkait kebijakan moderasi konten masih cenderung negatif,” kata Bangkit dalam pemaparan riset pada acara peresmian Kantor Fispol UGM di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, sentimen negatif publik muncul karena belum ada penjelasan mekanisme dan alasan yang jelas dari pihak berwenang ataupun platform digital kepada masyarakat.

Ia membandingkan kondisi di negara lain yang sudah mewajibkan platform digital dan pemerintah menyampaikan laporan moderasi konten secara rutin, sedangkan di Indonesia mekanisme semacam itu belum diterapkan.

Bangkit menjelaskan tata kelola platform media sosial yang baik idealnya mencakup empat hal, yaitu perlindungan dari konten ilegal dan berbahaya, penanggulangan misinformasi dan disinformasi, transparansi moderasi konten, serta tata kelola multi-pihak.

“Empat aspek ini harus hadir bersamaan agar keputusan moderasi tidak dianggap sebagai pelanggaran kebebasan berekspresi,” katanya.

Ia mencontohkan Digital Service Act (DSA) di Uni Eropa yang mewajibkan transparansi moderasi konten, memberikan mekanisme banding sebelum penghapusan konten, dan juga melibatkan lembaga semi independen sebagai pengawas platform digital.

Menurut Bangkit, model multi-pihak seperti di Uni Eropa memang sulit diterapkan langsung di Indonesia, namun ada opsi moderat seperti regulasi Singapura yang menggabungkan transparansi algoritma dan tanggung jawab negara secara lebih proporsional.

Fisipol UGM memandang perkembangan media sosial di Indonesia yang semakin besar memerlukan pembaruan regulasi yang cepat agar sesuai dengan praktik terbaik internasional tanpa mengorbankan hak masyarakat dan pelaku usaha digital, maupun kredibilitas pemerintah.

Bangkit menekankan bahwa Indonesia tidak perlu meniru model negara lain secara keseluruhan, tetapi dapat mengadaptasi prinsip-prinsip tata kelola yang sesuai dengan kondisi dalam negeri.

Ia menilai pembaruan regulasi teknologi informasi perlu memprioritaskan mekanisme transparansi, laporan rutin, dan pengawasan independen agar kebijakan digital dapat menghasilkan ekosistem digital yang sehat.

“Intinya bukan hanya soal pelanggaran dan sanksi, tapi bagaimana menghadirkan kepercayaan publik, usaha digital dengan transparansi dan kolaborasi. Pemerintah dapat lebih melibatkan masyarakat sipil,” katanya menambahkan.

Selain memaparkan hasil riset, Fisipol UGM juga memperluas aktivitas akademik ke Jakarta melalui pembukaan kantor baru.

Dekan Fisipol UGM Wawan Mas’udi mengatakan keberadaan kantor di Jakarta bertujuan memperkuat jejaring antara kampus, pemerintah, industri, dan media.

“Kami ingin kampus hadir lebih dekat dengan pemangku kepentingan di pusat pengambilan kebijakan,” kata Wawan.

Menurut Wawan, jejaring yang semakin luas itu diharapkan membuat hasil riset mengenai isu-isu digital dapat dimanfaatkan sebagai masukan kebijakan publik.

Dengan riset yang berkelanjutan dan kolaborasi lintas sektor, Fisipol UGM berharap prinsip tata kelola platform digital yang transparan dan kolaboratif dapat mendorong terciptanya ruang digital yang aman, akuntabel, dan mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif.