Matauang.com - Setiap menjelang pemilu, masyarakat disuguhi deretan janji kampanye yang terdengar manis dan penuh harapan. Mulai dari pendidikan gratis, layanan kesehatan universal, subsidi rumah rakyat, hingga pembangunan infrastruktur besar-besaran. Namun, seiring waktu berjalan dan pemerintahan baru terbentuk, publik seringkali harus menghadapi realita pahit: tidak semua janji itu terealisasi, atau kalaupun iya, tidak dengan skala dan dampak seperti yang dijanjikan. Lalu, di mana sebenarnya letak tarik-menarik antara
janji kampanye dan realitas anggaran publik?
Janji Politik: Harapan Rakyat, Modal Elektoral
Janji kampanye bukan sekadar retorika. Ia adalah alat politik yang kuat untuk membentuk opini publik dan menggalang dukungan. Kandidat yang menjanjikan solusi atas problem mendasar seperti pengangguran, kemiskinan, atau harga kebutuhan pokok cenderung lebih dilirik. Namun, apakah janji-janji itu sudah dihitung secara realistis? Apakah sudah diselaraskan dengan kemampuan fiskal negara?
Seringkali tidak. Karena janji politik lebih berfungsi sebagai alat mobilisasi, bukan perencanaan anggaran.
Realitas APBN: Batas Nyata dari Janji-Jani
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah dokumen fiskal yang mencerminkan arah kebijakan ekonomi dan politik pemerintah. Di sinilah realitas mulai bicara: berapa banyak pendapatan negara, bagaimana alokasi belanja, berapa utang yang harus dibayar, dan sektor mana yang diprioritaskan.
Ketika pemerintah baru mulai menyusun APBN pasca-pemilu, barulah publik bisa melihat: mana janji yang punya nyawa, mana yang hanya slogan. Misalnya, jika sebuah janji kampanye menyebut “pendidikan gratis untuk semua,” maka kita perlu cek apakah anggaran pendidikan dalam APBN benar-benar naik signifikan, atau justru stagnan.
Bedah Janji Politik dalam APBN
Berikut beberapa contoh janji politik dan bagaimana realisasinya bisa terlihat dalam struktur APBN:
Janji Kampanye Indikator dalam APBN Komentar Realitas
| Pendidikan gratis | Alokasi untuk Kemendikbudristek, BOS, beasiswa | Jika proporsinya <20% APBN, sulit tercapai
| Kesehatan universal | Dana JKN, BPJS, subsidi premi | Kualitas layanan sangat tergantung realisasi dana
| Infrastruktur desa | Dana Desa, DAK Fisik | Realisasi bergantung koordinasi pusat-daerah
| UMKM naik kelas | Kredit usaha rakyat (KUR), insentif pajak | Jika anggaran turun, janji hanya tinggal wacana
Sektor Rakyat: Yang Paling Kena Dampaknya
Ketika janji tak sejalan dengan realitas anggaran, rakyat kecil adalah pihak yang paling dirugikan. Mereka yang berharap pada subsidi, bantuan, atau layanan dasar akan kecewa saat program-program itu tidak kunjung hadir atau berkurang drastis kualitasnya.
Sebaliknya, ketika anggaran dibelanjakan secara hati-hati dan tepat sasaran, janji kampanye bisa menjadi kenyataan yang menyentuh kehidupan masyarakat langsung.
Transparansi dan Partisipasi: Kunci Pengawasan
Masyarakat tidak bisa hanya berhenti pada euforia kampanye. Perlu ada kontrol publik yang kuat terhadap kebijakan anggaran. Mengawasi proses penyusunan APBN, menuntut transparansi, dan mendorong partisipasi aktif bisa menjadi cara untuk menagih janji dengan cerdas.
Jika tidak, pemilu akan terus menjadi ritual lima tahunan penuh ilusi, dan anggaran publik hanya menjadi alat kompromi politik, bukan instrumen keadilan sosial.
Penutup
Antara janji kampanye dan realitas anggaran publik terdapat jurang besar yang harus dijembatani dengan integritas, transparansi, dan akuntabilitas. Rakyat tidak hanya butuh janji, tapi bukti. Dan bukti itu hanya bisa dihadirkan lewat anggaran yang pro-rakyat, adil, dan berpihak pada kepentingan publik.