Matauang.com, Jakarta - Ratusan mahasiswa menggelar unjuk rasa membela warga Rempang di depan kantor Badan Pelaksana Otorita Batam (BP Batam), Senin, 23 Desember 2024. Aksi itu digelar menyusul penyerangan pekerja PT Makmur Elok Graha (MEG) terhadap warga Rempang yang mengakibatkan delapan orang luka-luka.
Para mahasiswa yang mengenakan jaket universitas juga membagikan selebaran bertajuk “Selamatkan Rempang,” yang menampilkan foto-foto warga Rempang yang terluka selama penyerangan tersebut.
“Kami menuntut keadilan. Apakah polisi sudah mengambil tindakan terhadap para pelaku penyerangan beberapa hari lalu?” kata Riska, salah satu mahasiswa yang berorasi dalam aksi protes tersebut.
Riska juga menegaskan bahwa warga Rempang tidak ingin digusur. Warga, kata Riska, merasa senang dengan pembangunan di Rempang, kecuali jika investasi tersebut merusak daratan dan lautan.
"Kalian untung berapa dari investor sampai membiarkan warga menderita seperti ini?" kata pengunjuk rasa yang juga warga Rempang itu. Mahasiswa juga membentangkan poster penolakan proyek strategis nasional (PSN).
Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu BP Batam, Harlas Buana, menemui para pendemo. Salah seorang mahasiswa menyela pidatonya tentang ganti rugi yang seharusnya diterima warga, dengan mengatakan, “Kami tidak minta angka, dan kami tidak mau penjelasan dari Anda, kami hanya ingin tahu bagaimana BP Batam akan dimintai pertanggungjawaban atas warga yang terluka.”
Menjelang siang hari Senin, para mahasiswa membacakan dan menyampaikan tuntutan mereka kepada BP Batam. Tuntutan tersebut antara lain: pertama, meminta BP Batam untuk hadir bagi masyarakat Rempang.
Kedua, meminta BP Batam dan Gubernur Kepulauan Riau untuk turun langsung meninjau dampak dan permasalahan sosial yang terjadi di Pulau Rempang serta menyurati kementerian terkait untuk membahas perizinan PT MEG yang telah melakukan pelanggaran HAM dan kekerasan terhadap masyarakat terdampak PSN Rempang Eco City.
Ketiga, BP Batam dan Gubernur Kepulauan Riau bertanggung jawab memastikan tertib administrasi agraria oleh PT MEG, dan tuntutan terakhir adalah menuntut transparansi dari pemerintah mengenai wilayah mana saja yang dibatasi untuk PT MEG.
Kendati ada tuntutan, hingga siang hari ini belum ada satu pun perwakilan BP Batam yang bersedia menandatangani petisi. "Kami akan pelajari tuntutannya, karena [proyek] ini tidak hanya melibatkan BP Batam," katanya, namun bungkam saat ditanya soal keberadaan Kepala BP Batam Muhammad Rudi.
Konflik agraria di Rempang kembali memanas pada Rabu, 18 Desember lalu, saat lebih dari 30 pekerja PT MEG menyerang tiga posko warga yang menolak PSN Rempang Eco City.
Setidaknya 8 warga terluka dan puluhan kendaraan rusak. Petugas Keamanan PT MEG, Angga, membenarkan bahwa ia membawa lebih dari 30 petugas untuk menjemput rekannya yang ditahan warga. Petugas tersebut dilaporkan tertangkap basah merusak spanduk penolakan proyek.
Namun, Angga membantah telah mempersenjatai petugasnya dengan senjata tajam dan anak panah yang melukai warga Rempang. Saat ditanya mengapa harus menyerang warga, Angga bergegas meninggalkan ruang wawancara yang terletak di kantor PT MEG di Pulau Galang.