Matauang.com - Pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 25 bps dan turunnya Fed Funds Rate (FFR) sebanyak 50 bps direspons positif oleh pasar keuangan global termasuk di Indonesia.
Penurunan bunga acuan bank sentral ini mampu mengerek penguatan Indeks Harga Saham Gabungan dan rupiah pada pembukaan perdagangan Jumat (20/9/2024). Mata uang Garuda mampu melesat 0,85% ke level Rp15.100 per dolar AS pada awal perdagangan pagi ini. Rupiah bahkan sempat menyentuh Rp 15.090 pada perdagangan pagi ini. Posisi ini merupakan yang terkuat sejak 31 Juli 2023.
Head of Treasury Bank BJB, Jhon Habibie Barus menilai langkah BI menurunkan level BI Rate sudah tepat, di tengah positifnya data ekonomi dalam negeri termasuk inflasi dan posisi Rupiah dalam negeri serta kebijakan The Fed yang diyakini semakin bearish. Dia pun memperkirakan jika sentimen positif ini berlanjut dan The Fed terus menurunkan level FFR maka dolar indeks bisa ke bawah level 100 sehingga rupiah berpotensi menyentuh Rp14.700-Rp14.800 per dolar AS.
"Yang kita harapkan peluang rupiah menembus Rp 15.000 dimungkinkan akan terwujud, apalagi pasar sangat positif," papar Barus, dalam Squawk Box, CNBC Indonesia, Jumat (20/9/2024).
Namun, penguatan rupiah ini akan mempertimbangkan beberapa hal yang harus diantisipasi. Pertama, selisih suku bunga BI dan Fed Fund Rate. Perbedaan suku bunga ini perlu diperhatikan, terutama di tengah dinamika politik, yakni Pilpres AS dan pelantikan presiden RI.
"Dengan selisih suku bunga ini, daya tarik aset Indonesia semakin akan berkurang," katanya. Kedua, kondisi ekonomi global. Saat ini, banyak negara-negara mitra dagang RI yang dibayangi ketidakpastian. Ini akan mempengaruhi nilai tukar rupiah.
"Ketidakpastian ini akan memicu aliran modal keluar dari pasar negara berkembang," tambahnya. Ketiga adalah laju inflasi dan terakhir, sentimen pasar, seperti kebijakan pemerintah dan kondisi pasar keuangan global akan berpengaruh.
Sementara Ekonom INDEF, M. Rizal Taufikurrahman menyebutkan keputusan BI dan The Fed menjadi katalis positif bagi peningkatan aliran capital asing ke dalam negeri sehingga mendorong penguatan Rupiah. Di proyeksi Mata Uang Garuda berpotensi terus menguat hingga ke posisi Rp15.000 per Dolar hingga akhir tahun 2024.
Namun demikian, ada sejumlah sentimen yang harus diperhatikan untuk memastikan berlanjutnya penguatan Rupiah. Hal ini terkait selisih suku bunga BI dan The Fed, inflasi hingga perkembangan situasi politik jelang transisi pemerintahan Jokowi kepada Prabowo hingga susuan kabinet Baru Prabowo-Gibran.