Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani tindakan eksekutif yang mengarahkan Departemen Perdagangan untuk mengkaji pengenaan tarif impor komoditas tembaga. Langkah tersebut merupakan tindakan terbaru dari serangkaian tindakan yang bertujuan untuk menerapkan pungutan khusus sektoral yang menawarkan pembentukan kembali rantai pasokan global. Melansir Bloomberg pada Rabu (26/2/2025), Trump mengatakan perintah tersebut akan memiliki dampak besar. Adapun, perintah tersebut ditandatangani Trump pada Selasa (25/22/2025) waktu setempat di Ruang Oval, didampingi oleh Menteri Perdagangan Howard Lutnick. Proses kajian akan dilakukan berdasarkan Pasal 232 Undang-Undang Perluasan Perdagangan, yang memberikan wewenang luas kepada presiden untuk menerapkan pembatasan perdagangan atas dasar keamanan dalam negeri. Trump juga menggunakan wewenang tersebut untuk mengenakan tarif sebesar 25% pada dua logam industri lainnya—baja dan aluminium—dan tarif tersebut akan mulai berlaku pada Maret 2025.
Dalam sebuah pernyataan, Lutnick mengatakan tindakan tersebut juga akan menyelidiki produk-produk yang mengandung tembaga, dan mengatakan bahwa pemerintah bertujuan untuk meremajakan industri tembaga dalam negeri. “Seperti industri baja dan aluminium kita, industri tembaga Amerika yang besar telah dihancurkan oleh aktor-aktor global yang menyerang produksi dalam negeri kita. Tarif dapat membantu membangun kembali industri tembaga kita, jika diperlukan, dan memperkuat pertahanan nasional kita," kata
Peter Navarro, penasihat perdagangan Trump, menyoroti China, dengan mengatakan bahwa Negeri Tirai Bambu sudah lama menggunakan kelebihan kapasitas industri dan dumping sebagai senjata ekonomi untuk mendominasi pasar global. Dia menilai, China secara sistematis melemahkan pesaing dan membuat industri pesaing bangkrut. Sementara itu, pejabat senior pemerintah yang memberi pengarahan kepada wartawan menganggap langkah tersebut diperlukan untuk mengatasi masalah keamanan nasional. Mereka berpendapat bahwa dumping dan kelebihan kapasitas di pasar dunia telah berdampak pada produksi tembaga dalam negeri AS, sehingga sistem persenjataan dan produk penting lainnya bergantung pada impor. Para pejabat yang tidak mau disebutkan namanya itu menambahkan, masih terlalu dini untuk membahas potensi besaran tarif tembaga saat merespons pertanyaan salah satu wartawan. Menurut Survei Geologi AS, Negeri Paman Sam mengonsumsi sekitar 1,6 juta ton tembaga olahan pada 2024. Amerika bergantung pada impor logam dalam jumlah besar, yang digunakan dalam segala hal mulai dari kabel listrik hingga panel surya dan talang air, dengan impor tembaga bersih menyumbang 36% dari permintaan, menurut penelitian Morgan Stanley. Meskipun AS adalah produsen logam yang signifikan, dengan memproduksi sekitar 850.000 ton tembaga primer tahun lalu, AS masih bergantung pada impor dari sekutu dagang utama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Chile adalah sumber impor terbesar, menyumbang 38% dari total volume impor, diikuti oleh Kanada dan Meksiko masing-masing sebesar 28% dan 8%. Komentar Trump pada bulan lalu yang berniat untuk menerapkan tarif terhadap tembaga mengejutkan pasar tembaga yang diperdagangkan secara fisik, karena komoditas utama tersebut terhindar dari perang dagang yang dilancarkan Trump pada masa jabatan pertamanya. Harga acuan kontrak berjangka di New York naik sekitar 13% tahun ini di tengah spekulasi bahwa hambatan perdagangan apa pun akan menaikkan harga konsumen AS.