Tarif besar-besaran Amerika Serikat (AS) yang diberlakukan oleh pemerintahan Donald Trump menimbulkan kerusakan parah di seluruh sektor energi negara itu, mulai dari produksi minyak hingga pengembangan energi terbarukan, sebuah analisis baru mengungkapkan.Mengutip Xinhua, Rabu, 4 Juni 2025, kebijakan tarif pemerintahan Trump berdampak bumerang yang spektakuler bagi sektor energi AS, dengan penelitian baru oleh Wood Mackenzie (WoodMac) menunjukkan perang dagang dapat mengikis proyeksi pertumbuhan permintaan minyak, menghambat investasi energi terbarukan, dan memaksa negara tersebut ke dalam isolasi energi berbiaya tinggi yang merusak daya saing globalnya.
"Pengumuman tarif 'Hari Pembebasan' Presiden Trump pada 2 April mewakili momen yang paling penting bagi ekonomi dunia sejak masuknya Tiongkok ke Organisasi Perdagangan Dunia pada 2001," ungkap penelitian tersebut.
Namun, tidak seperti masuknya Tiongkok, yang meningkatkan pertumbuhan global secara signifikan, tarif AS yang luas dan pembalasan internasional mengancam akan menghancurkan hubungan perdagangan yang sudah mapan dan mempercepat mundurnya globalisasi.
WoodMac mengembangkan tiga skenario untuk menilai dampak kebijakan perdagangan Trump, dengan skenario perang dagang yang paling parah memproyeksikan tarif efektif AS melebihi 30 persen. Berdasarkan skenario ini, PDB global diproyeksikan akan berkontraksi sebesar 2,9 persen pada 2030.
Industri minyak, yang menjadi landasan kemandirian energi AS, menghadapi konsekuensi yang sangat parah di bawah rezim tarif Trump. Dalam skenario terburuk, permintaan minyak global akan mengalami penurunan drastis pada 2026.
Pertumbuhan permintaan akan kembali terjadi pada 2027, tetapi permintaan keseluruhan pada 2030 masih 2,5 juta barel per hari lebih rendah daripada skenario yang paling optimis.