MATAUANGSLOT - Belakangan ini viral di media sosial, tren tagar atau hashtag “#KaburAjaDulu” yang dilakukan oleh para anak muda di Indonesia. Hastag ini ini disebarluaskan di berbagai akun media sosial pada kalangan anak muda.
Seruan itu dinilai sebagai bentuk sindiran anak muda ke pemerintah karena melihat ketidakjelasan di negaranya dan anak muda merasa tidak ada yang bisa membantu mereka selain diri mereka sendiri. Namun, seruan yang berisikan ketidakpuasan generasi muda justru dianggap tidak nasionalis oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia Bahlil Lahadalia.
Bahlil mengatakan, orang-orang yang meramaikan tagar Kabur Aja Dulu patut dipertanyakan jiwa nasionalisme-nya.
KaburAjaDulu cerminkan sikap kritis dan sindiran generasi muda Muncul tagar tersebut semakin menguat ketika beberapa pejabat mempertanyakan rasa nasionalisme para diaspora dan kekhawatiran terjadinya brain drain dari Indonesia. Dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan dari Fisipol UGM (Universitas Gadjah Mada), Dr. Hempri Suyatna mengatakan, adanya fenomena hastag KaburAjaDulu mencerminkan sikap kritis dan sindiran generasi muda terhadap situasi sosial politik yang terjadi di tanah air saat ini.
Situasi di dalam negeri dianggap kurang menguntungkan dan negara dianggap “kurang hadir” di dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi rakyat
“Dalam konteks pengetahuan, misalnya ada kekhawatiran bahwa efisiensi anggaran akan menyebabkan masa depan pendidikan terancam sehingga mendorong generasi muda untuk memilih ke luar negeri baik itu bekerja maupun menempuh studi,” kata Hempri, dilansir dari laman UGM, Minggu (23/2/2025. Bagi Hempri, tagar ini menurutnya bisa dilihat dari dua sisi yakni bisa menjadi peluang jika mereka yang pergi ke luar negeri dapat kembali ke Indonesia. Kemudian selanjutnya bisa membagikan pengalaman selama studi atau bekerja di luar negeri untuk mendukung pembangunan di tanah air. “Saya kira diperlukan ekosistem dan dukungan yang menarik sehingga para diaspora yang di luar negeri dapat kembali ke Indonesia,” ujarnya.
Apalagi dukungan atas hilirisasi inovasi juga masih kurang sehingga banyak karya-karya yang tidak terimplementasikan dengan baik ke masyarakat. Hempri berpendapat menghadapi tantangan brain drain ini harus ada dukungan penganggaran dari hilirisasi riset dan inovasi dan pembukaan lapangan kerja yang cukup bagi anak muda di tengah bonus demografi.