Gaza, Ketegangan di Jalur Gaza memuncak setelah sejumlah kelompok perlawanan Palestina mengecam keras Yasser Abu Shabab, seorang pemimpin milisi yang diketahui bekerja sama dengan militer Israel. Kolaborasinya memicu konflik internal yang oleh banyak pihak disebut sebagai pecahnya perang saudara di antara sesama warga Palestina.
Koalisi milisi perlawanan yang tergabung dalam Ruang Operasi Gabungan—terdiri dari faksi-faksi seperti Hamas dan sekutunya—secara terbuka menuduh Abu Shabab telah berkhianat terhadap perjuangan nasional Palestina. Mereka menegaskan bahwa tindakannya dianggap sebagai kolaborasi terang-terangan dengan pasukan pendudukan Israel (IDF).
Dalam sebuah wawancara yang dipublikasikan oleh media Israel, Abu Shabab mengaku secara terbuka bahwa kelompoknya menjalin koordinasi dengan IDF. Ia bahkan menyatakan tekadnya untuk "menghapus Hamas" dan terus berjuang meskipun gencatan senjata mungkin dicapai.
"Kami berkoordinasi dengan militer Israel dalam menjalankan operasi di Gaza selatan," ungkap Abu Shabab kepada Radio Israel.
Kelompoknya diyakini memiliki keterkaitan dengan unsur-unsur dalam gerakan Fatah, yang pernah memegang kekuasaan di Gaza sebelum digulingkan oleh Hamas. Dalam wawancara yang sama, Abu Shabab membantah adanya konflik dengan Otoritas Palestina dan menyatakan bahwa komunikasi mereka berlangsung di luar sorotan publik.
Pernyataan dan tindakan Abu Shabab menuai reaksi keras. Faksi-faksi perlawanan menyebut kelompoknya sebagai “alat penjajah” dan memperingatkan bahwa mereka yang bekerja sama dengan Israel tidak akan dimaafkan.
"Mereka yang memilih jalan pengkhianatan akan menerima akibatnya, sebagaimana sejarah telah mencatat nasib para pendahulunya," demikian pernyataan resmi dari Ruang Operasi Gabungan.
Mereka juga mengapresiasi sikap keluarga-keluarga di Gaza yang menolak untuk mendukung tindakan kolaboratif Abu Shabab, sambil menekankan bahwa tanggung jawab adalah individu, bukan kolektif keluarga.
Sementara itu, Hamas dan kelompok bersenjata lainnya terus memperkuat posisi mereka, menolak setiap kompromi yang mengabaikan hak-hak rakyat Palestina. Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, tetap mempertahankan tuntutan agar Israel menarik diri sepenuhnya dari Gaza dan membuka jalur bantuan kemanusiaan.
Kondisi ini mengindikasikan fragmentasi yang mendalam dalam perjuangan Palestina, dengan munculnya aktor-aktor baru yang justru bekerja sama dengan pihak yang selama ini dianggap sebagai penjajah.
Koalisi milisi perlawanan menegaskan bahwa perjuangan akan terus dilanjutkan, menyebut para martir dan korban luka sebagai bukti pengorbanan dalam perjuangan merebut kemerdekaan dari pendudukan yang telah berlangsung lebih dari dua dekade.
“Kami akan terus melawan sampai kemenangan tercapai. Tidak ada tempat bagi para pengkhianat dalam barisan perlawanan,” tutup pernyataan mereka.