Matauang.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah melemah signifikan dalam beberapa pekan terakhir, bahkan sempat menyentuh Rp17.000 per dolar AS di pasar luar negeri saat libur Lebaran. Ekonom sekaligus pengamat kebijakan publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai langkah Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar valas dan membeli surat berharga negara hanya solusi sementara. Karena itu, ia memberikan sejumlah rekomendasi.
Terkait kebijakan moneter dan pengelolaan valuta asing, Achmad menyebutkan tiga hal yang dapat dilakukan Bank Indonesia. Pertama, mengoptimalkan cadangan devisa. "Mengalihkan sebagian instrumen yang sangat aman ke aset likuid yang berpotensi memberikan imbal hasil lebih baik tanpa mengorbankan keamanan secara drastis," kata Achmad dalam keterangan tertulisnya, Senin, 7 April 2025.
Kedua, ia mengusulkan agar Bank Indonesia mengawasi utang valas dengan memperketat aturan dan pengawasan utang luar negeri korporasi, terutama untuk sektor yang tidak menghasilkan devisa. Ia mengatakan hal ini untuk mengurangi risiko gagal bayar jika nilai tukar rupiah melemah.
Ketiga, Bank Indonesia perlu memiliki jaring pengaman tambahan, seperti memperkuat dan memperluas perjanjian Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA) dengan negara mitra strategis. "Bank Indonesia enggan menggunakan instrumen Chiang Mai Initiative, padahal instrumen itu bisa menjadi penyangga yang lebih murah dibanding jaring pengaman yang digunakan saat ini," katanya.
Di sisi lain, Achmad menekankan perlunya diversifikasi ekonomi pemerintah, karena tidak cukup hanya mengandalkan komoditas atau sektor tertentu. "Perlu ada percepatan di sektor bernilai tambah tinggi dan penguatan sektor jasa, seperti yang dilakukan Filipina," kata Achmad. Ia juga menyebutkan bahwa pemerintah harus memperkuat basis domestik dengan mengurangi ketergantungan pada bahan impor dan mempromosikan industri substitusi impor.
Dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada hari Senin, 7 April 2025, Bank Indonesia memutuskan untuk melakukan sejumlah intervensi Non-Deliverable Forward (NDF) guna menstabilkan nilai tukar rupiah dari tekanan global yang tinggi.
Direktur Eksekutif dan Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menyebutkan, intervensi pasar luar negeri dilakukan secara berkelanjutan di pasar Asia, Eropa, dan New York. Langkah selanjutnya, Bank Indonesia juga akan melakukan intervensi di pasar domestik sejak pembukaan 8 April 2025, dengan melakukan intervensi di pasar valuta asing dan pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder.
Lebih lanjut, Ramdan menyebutkan Bank Indonesia akan mengoptimalkan instrumen likuiditas rupiah untuk memastikan kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan domestik.