Jakarta,
matauang.com -- Paus Fransiskus kembali mengecam konflik di Ukraina dan wilayah Palestina pada Senin (25/11).
Ia menyinggung soal "kesombongan penjajah menang atas dialog".
Pria berusia 87 tahun itu menyampaikan hal tersebut di depan para diplomat di Vatikan. Pernyataan itu juga meluncur setelah beberapa hari lalu ia menyerukan penyelidikan atas klaim bahwa Israel melakukan "genosida" terhadap warga Palestina di Gaza.
Menandai 40 tahun perjanjian damai antara Chili dan negara asalnya Argentina, Paus Fransiskus mengingat konflik yang sedang berlangsung dan mengkritik perdagangan senjata. Ia menyoroti "kemunafikan berbicara tentang perdamaian dan bermain perang".
"Kemunafikan ini selalu membawa kita pada kegagalan," katanya dalam bahasa Spanyol, seraya menambahkan bahwa "dialog harus menjadi jiwa masyarakat internasional".
"Saya hanya menyebutkan dua kegagalan umat manusia saat ini: Ukraina dan Palestina, di mana ada penderitaan, di mana kesombongan penjajah menang atas dialog," tambahnya dalam pernyataan yang tidak tertulis.
Paus Fransiskus, yang mengambil alih jabatan sebagai kepala Gereja Katolik sedunia pada 2013, secara rutin berdoa bagi rakyat Gaza dan Ukraina yang "martir".
Fransiskus juga sering menyerukan agar para sandera Israel yang disandera oleh militan Islam Palestina Hamas dikembalikan selama serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tanggal 7 Oktober 2023 di Israel.
Dalam kutipan yang diterbitkan bulan ini dari sebuah buku yang akan segera terbit, ia menyerukan agar klaim bahwa Israel melakukan "genosida" di Gaza -- klaim yang ditolak keras oleh Israel -- "dipelajari dengan saksama".
Berdasarkan penghitungan AFP atas angka-angka resmi Israel, serangan Hamas mengakibatkan kematian 1.206 orang, sebagian besar warga sipil.
Namun, menurut data dari kementerian kesehatan wilayah yang dikuasai Hamas, yang dianggap dapat diandalkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, pembalasan Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 44.235 orang.
Vatikan sendiri telah mengakui wilayah Palestina sebagai negara berdaulat pada 2013 dan menandatangani perjanjian pada 2015.