Matauang.com - Pergerakan rupiah dalam melawan dolar Amerika Serikat (AS) masih sangat volatile di tengah outlook global yang berubah akibat konflik geopolitik memanas di Timur Tengah.
Merujuk data Refinitiv, rupiah pada perdagangan kemarin Kamis (19/6/2025) melemah signifikan hingga 0.58% menjadi Rp16.390/US$. Ini merupakan pelemahan harian paling parah setelah sekitar sebulan mata uang Garuda bergerak stabil di kisaran Rp16.200/US$.
Secara teknikal, pergerakan rupiah kembali menantang lantaran gap up yang belum tertutup menjadi resitance terdekat di posisi Rp16.510/US$. Adapun untuk support yang perlu diperhatikan di Rp16.210/US$, diambil dari horizontal line dari low candle 23 Mei 2025, serta bertepatan dengan MA200 daily.
Sejumlah analis menyoroti pergerakan rupiah dalam melawan dolar AS masih volatile mayoritas dari faktor global.
Senior Ekonom BCA Barra Kukuh Mamia mengungkapkan kondisi pasar terkini dipengaruhi ketidakpastian dengan situasi Israel dan Iran, serta dari keputusan the Fed yang kembali menahan suku bunga.
Ia melihat bahwa tailwind yang mendorong penguatan rupiah dan membuka peluang BI potong suku bunga hanya sementara.
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro juga menjelaskan bahwa sentimen global utamananya dari perang antara Israel dan Iran membuat pasar beralih lagi ke aset safe haven, utamanya ke dolar AS dan Gold. Hal ini jadi alasan juga indeks dolar AS (DXY) sempat naik.
Pada 17 Juni lalu, the greenback sempat naik signifikan sampai 0,70% dalam sehari ke atas level 98. Penguatan juga terjadi pada sehari selanjutnya, meskipun tipis sebesar 0,03%.
Kemudian, pada kemarin DXY sedikit terkoreksi tipis 0,07%. Jika belum terjadi penurunan lanjutan yang signifikan, tekanan dolar AS ini bisa menjadi tantangan bagi rupiah ke depan.
Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Wisnubroto juga mengatakan ada perubahan sentimen kembali risk off akibat geopolitik.
"Memang ada sentimen risk-off dari geopolitik, pelemahannya serempak terjadi pada saham" tuturnya.
Sepakat dengan itu, Ekonom Bank Danamon Indonesia, Hosianna Evalita Situmorang juga sepakan bahwa penurunan rupiah turut seiring penurunan IHSG akibat aksi profit taking, terlebih IHSG sudah reli banyak dan juga paska penyaluran dividen, serta ditengarai perkembangan di global, khususnya geopolitik.
Sebagai informasi, IHSG kemarin turun nyaris 2% dan membuatnya terjerembab ke bawah 7000 lagi. Penyusutan indeks seluruh saham di bursa terimbas aksi jual dari asing sampai Rp1,25 triliun.