BACA BERITA

RI Kalah dari Vietnam: Dong Terkuat, MATAUANG Rupiah Terpuruk Lawan Dolar AS

Author: matauang Category: Keuangan
Matauang.com - Nilai tukar rupiah jadi salah satu mata uang terlemah terhadap dolar Amerika Serikat dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya sepanjang Januari.

Berdasarkan data Refinitiv nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan terakhir (31/1/2025) tercatat di Rp16.295/US$. Dalam sebulan Mata Uang Garuda ambruk 1,27%.

Sementara dong Vietnam melesat 1,65%, Baht Thailand menguat 1,43%, dan won Korea Selatan India mengalami apresiasi 1,43%.

Tekanan terhadap mata uang di Asia terjadi setelah bank sentral AS (The Fed) memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya setelah memangkas pada tiga pertemuan sebelumnya dengan total 100 basis poin (bps).

The Fed juga mengisyaratkan akan menahan suku bunga dalam waktu lama dengan menegaskan tidak akan terburu-buru memotong suku bunga. The Fed hanya menegaskan jika keputusan suku bunga ke depan akan sangat ditentukan oleh perkembangan data ekonomi.

Seperti diketahui, The Fed telah membabat suku bunganya tiga kali beruntun pada tahun lalu secara berturut-turut yakni pada September (50 bps), November (25 bps), dan Desember (25 bps).

Kebijakan menahan suku bunga ini diputuskan pada awal tahun di rapat The Federal Open Market Committee (FOMC) pertama The Fed sejak Presiden Donald Trump memimpin kembali AS.

Keputusan The Fed ini juga berbanding terbalik dengan keinginan Trump yang menginginkan suku bunga rendah.

"Kami merasa tidak perlu terburu-buru untuk melakukan penyesuaian apa pun. Saat ini, kami merasa kami berada di posisi yang sangat baik. Kebijakan ini sudah diposisikan dengan baik dan ekonomi berada dalam posisi yang cukup baik." tutur Chairman The Fed Jerome Powell dalam konferensi pers usai menggelar rapat FOMC, dikutip dari CNN International.

Keputusan bulat untuk mempertahankan suku bunga acuan dalam kisaran 4,25%-4,50% saat ini, ditambah dengan pernyataan baru Jerome Powell, membuat The Fed berhati-hati menantikan data inflasi dan ketenagakerjaan lebih lanjut serta kejelasan tentang dampak kebijakan Presiden AS, Donald Trump.

Jerome Powell mengatakan bahwa pejabat bank sentral AS "menunggu untuk melihat kebijakan apa yang diterapkan" sebelum menilai dampaknya terhadap inflasi, lapangan kerja, dan aktivitas ekonomi secara keseluruhan, serta tidak terburu-buru untuk menyesuaikan suku bunga lebih lanjut.

Trump kembali menjabat sebagai presiden AS dengan janji tarif impor lebih tinggi, pengetatan kebijakan imigrasi, pemotongan pajak, dan pelonggaran regulasi. Ia juga mengatakan akan menuntut suku bunga yang lebih rendah dan mengharapkan The Fed untuk menuruti keinginannya.

Setelah The Fed memangkas suku bunga tiga kali pada akhir tahun lalu, inflasi sebagian besar bergerak mendatar dalam beberapa bulan terakhir.

Menariknya, dalam pernyataan kebijakan terbarunya, bank sentral menghapus bahasa yang menyatakan bahwa inflasi "telah menunjukkan kemajuan" menuju target inflasi 2%, dan hanya mencatat bahwa laju kenaikan harga "tetap tinggi."