Prospek ekonomi global masih suram dan risiko penurunan ekonomi semakin meningkat, terutama karena meningkatnya ketidakpastian terkait implikasi ekonomi dari hasil pemilihan presiden AS pada bulan November lalu yang meloloskan Donald Trump kembali ke Gedung Putih.
Menurut survei terbaru para kepala ekonom dari Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF), mayoritas 56% para ekonom handal dunia ini memperkirakan ekonomi global akan melemah selama tahun depan dibandingkan dengan 17% yang memperkirakan ekonomi akan menguat.
"Dibandingkan dengan survei terakhir pada bulan Agustus 2024, ekspektasi untuk tahun mendatang telah melemah," tulis laporan WEF yang dikutip, Jumat (17/1/2025).
Adapun, Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat ekonomi global akan tumbuh sebesar 3,2% tahun ini, tidak berubah dari tahun 2024, dan akan melambat sedikit menjadi 3,1% selama lima tahun ke depan. Tak bisa dihindari, arah perubahan kebijakan AS pun ikut mempengaruhi.
"Ini tetap menjadi salah satu prospek jangka menengah terlemah dalam beberapa dekade, dan ada tanda-tanda di tempat lain bahwa prakiraan global dipangkas untuk mencerminkan dampak dari perubahan yang diharapkan pada kebijakan AS," ungkap laporan WEF.
Secara wilayah, 44% kepala ekonom yang disurvei WEF meyakini adanya peningkatan jangka pendek di ekonomi AS. Ekonomi Negeri Paman Sam ini akan tumbuh kuat pada 2025.
"Kepala ekonom memperkirakan perkembangan di AS akan menghambat pertumbuhan global, tetapi mereka terus memperkirakan perbedaan yang signifikan di seluruh kawasan," katanya.
Selain AS, 61% kepala ekonom memperkirakan pertumbuhan yang kuat atau sangat kuat pada tahun 2025 di Asia Selatan. Kinerja regional ini sebagian besar didorong oleh pertumbuhan yang kuat di India, yang tetap menjadi motor ekonomi utama dengan pertumbuhan tercepat di dunia.
Namun demikian, kini ada tanda-tanda bahwa momentum tersebut mulai hilang. Data nasional terbaru untuk India menunjukkan pertumbuhan PDB sebesar 5,4% (yoy) pada kuartal ketiga tahun 2024. Ini merupakan tingkat paling lambat dalam hampir dua tahun, sehingga mendorong revisi ke bawah terhadap perkiraan pertumbuhan tahunan bank sentral pada bulan Desember.
Sementara itu, terjadi pertumbuhan yang kuat di negara-negara Asean. PDB wilayah ini diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,7% pada tahun 2025.
Eropa & China 'Gelap'
Selama hampir tiga tahun, Eropa telah mencatat prospek regional terlemah di antara para kepala ekonom, dan dalam survei terbaru WEF, 74% kepala ekonom memperkirakan pertumbuhan yang lemah atau sangat lemah untuk kawasan tersebut.
"Tantangan yang dihadapi kawasan tersebut disorot dalam data nasional terbaru untuk kawasan Euro, yang mencatat pertumbuhan agregat tahun-ke-tahun hanya 0,9% pada kuartal ketiga tahun lalu - ini dibandingkan dengan 2,7% di AS selama periode yang sama," papar WEF.
Ekonomi terbesar kawasan Euro, Jerman, mengalami kontraksi sebesar 0,3%, sementara ada pertumbuhan sebesar 0,4% di Italia, 1,2% di Prancis, dan 3,4% di Spanyol.
Selain Eropa, sinyal merah datang dari China. Prospek ekonomi untuk Tiongkok juga tetap lemah. Pertumbuhan diperkirakan akan melambat secara bertahap dan diproyeksikan oleh IMF sebesar 4,8% pada tahun 2024 dan 4,5% pada tahun 2025.
"Prakiraan sebelumnya untuk tahun 2024 direvisi turun dari 5% sebagai akibat dari permintaan domestik yang mengecewakan pada kuartal kedua, dan data frekuensi tinggi menunjukkan bahwa meskipun ekspor telah meningkat, permintaan konsumen tetap lemah," ungkap WEF.
Pertumbuhan penjualan ritel pada bulan November sebesar 3% meleset dari ekspektasi sebesar 4,6%.Dalam jangka menengah, WEF melihat pertumbuhan diproyeksikan akan melambat menjadi sekitar 3,3% pada tahun 2029 di tengah hambatan dari produktivitas yang lemah dan populasi yang menua.